Meulaboh (ANTARA Aceh) - Provinsi Aceh yang terdiri dari 23 kabupaten/kota memiliki beragam potensi sumber daya alam (SDA). Selain prospek menjadi daerah lumbung pangan ada sebagian wilayahnya tersimpan energi panas bumi yang dapat menjadikan daerah itu sebagai lumbung energi.
Sebelah kawasan pesisir barat selatan Aceh (Barsela) sudah berdiri perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Nagan Raya, yang merupakan salah satu tumpuan terealisasinya pencapaian program 35.000 Megawatt (Mw) guna tercukupinya energi listrik secara nasional.
Dalam terget pembangunan perusahaan ini memiliki kapasitas energi 2X115 Mw menyuplai arus listrik ke wilayah Sumetera-Aceh untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat dan pelaku usaha yang terus tumbuh seiring laju pembangunan di Indonesia.
Semua pihak tentunya bersepakat, kecukupan energi menjadi salah satu indikator bangkitnya sebuah daerah dalam berbagai sektor rill, industri dan tumbuhnya pelaku ekonomi sehingga meningkatkan ekonomi rakyat dan pemerintah.
Tokoh muda di Kabupaten Aceh Barat mendorong pemerintah membuka kran terhadap investor yang berminat menanamkan modalnya untuk pemanfaatan sumber daya alam energi panas bumi di kawasan itu.
"Apabila pemerintah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta, ataupun mendorong perusahaan yang sudah ada untuk melahirkan anak perusahaan pembangkit listrik itu pasti akan lebih menjamin ketersediaan listrik di Aceh," kata tokoh muda Aceh Barat, Hendri Safrizal.
Masih banyaknya potensi sumber daya alam terbaharukan di sebagian wilayah Aceh termasuk dalam Kabupaten Aceh Barat yang belum dimanfaatkan secara maksimal, baik itu bersumber dari energi panas bumi maupun air.
Hendri Safrizal yang juga Sekretaris Partai Nasional Demokrat (Nasdem) DPD Aceh Barat ini mengatakan, provinsi ujung barat Indonesia itu dapat menjadi lumbung energi untuk menyumbang energi untuk skala nasional.
Saat ini pemerintah pusat sedang berfokus pada pemanfaatan sumber daya energi terbaharukan, namun langkah yang sedang dilakukan seperti ekploitasi batubara hanya diproduksi untuk dijual ke luar negeri.
"Seperti kita di Aceh Barat saat ini ada perusahaan ekploitasi batubara jangan hanya dijual keluar, tapi bagaimana energi panas bumi yang dihasilkan itu mampu dijadikan sumber energi listrik yang nilainya lebih tinggi dari harga jual bahan baku," tegasnya.
Ketersediaan listrik bagi pengusaha lokal di kawasan setempat masih terbatas, terbukti dengan masih seringnya terjadi pemadaman arus listrik dengan berbagai alasan, yang jelas kejadian itu merugikan pelaku ekonomi di daerah.
Kalangan muda berharap, Provinsi Aceh tidak hanya menjadi lumbung pangan nasional, namun dengan masih tersedianya sumber daya energi terbaharukan juga dapat menjadi lumbung energi untuk pasokan skala nasional.
Apabila sumber daya energi tersebut sudah terkelola dengan baik maka sasaran utama adalah terpenuhi energi untuk kebutuhan pelaku ekonomi lokal yang selama ini mengeluh karena seringnya pemadaman listrik.
Bangun PLTU
Berkad dorongan pemerintah dan semua pihak, perusahaan swasta yang berekplorasi sumber energi batubara di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya PT Mifa Bersaudara ikut andil mewujudkan pembangunan PLTU untuk mempercepat pemenuhan kecukupan energi di Aceh.
"Pembangunan PLTU mulut tambang sudah menjadi strategis bisnis group dalam rencana jangka panjang," kata CSR and Coorcomm Manager PT Mifa Bersaudara Azizon Nurza.
Hanya saja tantangan dihadapi saat ini adalah, harga batu bara diproduksi perusahaannya dengan kalori/GAR 3400 mengalami penurunan 50 persen dari 38 dolar AS per metrik ton menjadi 19 dolar AS/MT hingga pertengahan 2015, namun tidak menjadi persoalan untuk menghambat penjualan produksi.
Dia mengapresiasi dukungan dari Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan semua pihak yang terkait dalam mendorong pemanfaatan batu bara lokal untuk perusahaan yang berada di daerah itu, namun hal tersebut berkaitan dengan pelaku usaha lain yang tidak dapat diintervensi.
Managemen perusahaan tambang tersebut sedang berfokus pada upaya penyelamatan investasi dengan melakukan intervensi beberapa kebijakan akibat keterpurukan harga batubara karena pengaruh krisis ekonomi dalam skala global.
Investor swasta ini berharap dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi program presiden RI Joko Widodo jilid I sampai V, akan memberi dampak berarti dalam upaya menekan kerugian perusahaan akibat semakin anjloknya harga jual batubara.
Paket kebijakan ekonomi terhadap penurunan harga minyak, gas dan tarif listrik dapat memperbaiki perekonomian perusahaan dalam upaya intervensi tingginya pengeluaran akibat biaya produksi tidak seimbang dengan hasil jual batu bara.
"Apabila kondisi aman, artinya target produksi terealisasi dan harga batu bara membaik dan kemudahan izin tentunya mempermudah target pembangunan PLTU itu sendiri. Dan satu hal yang sangat positif adalah kontribusi PAD akan lebih besar di daerah," katanya didampingi Comdev and Superintendent T Kaddhafi.
Dalam upaya pencapaian ini membutuhkan kerjasama yang baik, pihak swasta ini juga berharap PLTU milik pemerintah yang sudah ada mengunakan material diproduksi mereka, karena hal ini juga merupakan salah satu bentuk dukungan menyelamatkan investasi di daerah.
Sambut baik
Bupati Aceh Barat H T Alaidinsyah mengatakan sangat menyambut baik rencana pembangunan perusahaan PLTU untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai kontribusi penyumbang menjadikan Provinsi Aceh sebagai lumbung energi.
"Kita siap dan memfasilitasi keinginan mereka, izin kita permudah sesuai arahan bapak Presiden Jokowi persoalan perizinan harus dipemudah dan kita harapkannya ini menjadi pendukung penambahan energi kelistrikan," katanya.
Rencana tersebut sangat sejalan dengan nawacita Presiden Jokowi-JK untuk tercapainya target penyediaan energi listrik sebesar 35.000 MW, pihaknya telah menerima arahan untuk membantu kemudahan investor yang bermaksud membangun investasi.
Selain mempercepat menumbuh kembangkan perekonomian di daerah, kehadiran investasi juga akan membuka lapangan kerja baru, tentunya hal tersebut sejalan upaya pemerintah dalam percepatan peningkatan ekonomi rakyat.
"Tentunya bila ada pembangunan ini bisa menyerap tenaga kerja dan bisa menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat sekitar. Bukan hanya kita tapi seluruh kabupaten/kota," imbuhnya.
Sasaran dari pembangunan perusahaan PLTU adalah untuk menjadikan salah satu daerah di Aceh sebagai penghasil energi, ketersediaan bahan baku di Aceh Barat masih belum habis digunakan untuk jangka waktu sampai 50 tahun kedepan.
Dukungan terhadap investasi ini turut didukung DPRK Aceh Barat, pihak legislatif mendorong hadirnya industi baru untuk pemanfaatan bahan baku lokal dan perusahaan yang sudah ada di daerah itu.
Ketua Komisi-D DPRK Aceh Barat, Bantalidan mengatakan, Pemerintah Aceh harus mendorong pemanfaatan bahan baku lokal, karena hingga saat ini managemen PLTU Nagan Raya masih mendatangkan bahan baku energi dari Kalimantan.
"Saat ini kondisi harga batu bara mengalami keterpurukan, dampaknya sudah banyak PHK pekerja tambang dan rekanan PT Mifa Bersaudara karena material lokal dijual keluar dengan biaya kos sangat tinggi, sementara ada PLTU di sini harusnya bisa menggunakan produksi lokal, tapi malah masih membeli yang dari luar," katanya.
Komisi membidangi tenaga kerja ini mengungkapkan keprihatinan telah menerima data pekerja yang di PHK dari industri pertambangan rekanan PT Mifa Bersaudara karena dalam masa sulit mempertahankan investasi akibat keterpurukan krisis ekonomi global.
Menurut dia sudah saatnya pihak PT PLN (persero) yang bertangung jawab mengelola PLTU Nagan Raya tidak lagi mempertahankan egonya karena tidak menggunakan bahan baku lokal sebab dianggap tidak sesuai spesifikasi peralatan.
Jauh sebelum PLTU tersebut dibangun di Aceh telah diketahui kadar kalori ketersediaan bahan baku batubara yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat maupun Nagan Raya, akan tetapi tetap saja peralatan yang didatangkan dengan kriteria tidak sesuai dengan ketersediaan bahan baku lokal.
Semua pihak tentunya harus menyikapi dengan bijak keberadaan investor swasta di daerah yang sedang mengalami masa sulit, belum lagi melihat dampak terjadinya hilangnya pekerjaaan masyarakat Aceh.
Pemerintah bersama-sama harus melakukan evaluasi ulang terhadap peralatan pembakaran batu bara (boiler) PLTU di Nagan Raya yang tidak bisa menggunakan material batu bara dengan kalori/GAR 3400, untuk penyesuaian dengan bahan baku yang tersedia di daerah Aceh.
Dengan adanya evaluasi kebijakan pengadaan peralatan batubara ini diharapkan menjadi upaya bersama menyelamatkan investor lokal serta menambah daya saing penjualan batubara lokal untuk keluar negeri lebih mahal dari harga selama ini.
"Paling tidak PLTU ini menggunakan 50 persen bahan lokal Aceh sudah cukup membantu, jangan semua didatangkan dari luar. Dengan demikian peluang kerja terbuka lebar dan tidak sampai ada PHK pekerja tambang seperti saat ini bila produksi lokal digunakan," katanya menambahkan.
Apabila semua pihak bersatupadu membangun Aceh menjadi lumbung energi tidak mustahil hal tersebut dapat terwujud, terlebih lagi sangat banyak sumber daya alam energi belum dimanfaatkan karen daerah itu keterbatasan sumber daya manusia serta keberanian investor swasta memanfaatkan daerah di juluki "Bumi Teuku Umar itu".
Sebelah kawasan pesisir barat selatan Aceh (Barsela) sudah berdiri perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Nagan Raya, yang merupakan salah satu tumpuan terealisasinya pencapaian program 35.000 Megawatt (Mw) guna tercukupinya energi listrik secara nasional.
Dalam terget pembangunan perusahaan ini memiliki kapasitas energi 2X115 Mw menyuplai arus listrik ke wilayah Sumetera-Aceh untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat dan pelaku usaha yang terus tumbuh seiring laju pembangunan di Indonesia.
Semua pihak tentunya bersepakat, kecukupan energi menjadi salah satu indikator bangkitnya sebuah daerah dalam berbagai sektor rill, industri dan tumbuhnya pelaku ekonomi sehingga meningkatkan ekonomi rakyat dan pemerintah.
Tokoh muda di Kabupaten Aceh Barat mendorong pemerintah membuka kran terhadap investor yang berminat menanamkan modalnya untuk pemanfaatan sumber daya alam energi panas bumi di kawasan itu.
"Apabila pemerintah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta, ataupun mendorong perusahaan yang sudah ada untuk melahirkan anak perusahaan pembangkit listrik itu pasti akan lebih menjamin ketersediaan listrik di Aceh," kata tokoh muda Aceh Barat, Hendri Safrizal.
Masih banyaknya potensi sumber daya alam terbaharukan di sebagian wilayah Aceh termasuk dalam Kabupaten Aceh Barat yang belum dimanfaatkan secara maksimal, baik itu bersumber dari energi panas bumi maupun air.
Hendri Safrizal yang juga Sekretaris Partai Nasional Demokrat (Nasdem) DPD Aceh Barat ini mengatakan, provinsi ujung barat Indonesia itu dapat menjadi lumbung energi untuk menyumbang energi untuk skala nasional.
Saat ini pemerintah pusat sedang berfokus pada pemanfaatan sumber daya energi terbaharukan, namun langkah yang sedang dilakukan seperti ekploitasi batubara hanya diproduksi untuk dijual ke luar negeri.
"Seperti kita di Aceh Barat saat ini ada perusahaan ekploitasi batubara jangan hanya dijual keluar, tapi bagaimana energi panas bumi yang dihasilkan itu mampu dijadikan sumber energi listrik yang nilainya lebih tinggi dari harga jual bahan baku," tegasnya.
Ketersediaan listrik bagi pengusaha lokal di kawasan setempat masih terbatas, terbukti dengan masih seringnya terjadi pemadaman arus listrik dengan berbagai alasan, yang jelas kejadian itu merugikan pelaku ekonomi di daerah.
Kalangan muda berharap, Provinsi Aceh tidak hanya menjadi lumbung pangan nasional, namun dengan masih tersedianya sumber daya energi terbaharukan juga dapat menjadi lumbung energi untuk pasokan skala nasional.
Apabila sumber daya energi tersebut sudah terkelola dengan baik maka sasaran utama adalah terpenuhi energi untuk kebutuhan pelaku ekonomi lokal yang selama ini mengeluh karena seringnya pemadaman listrik.
Bangun PLTU
Berkad dorongan pemerintah dan semua pihak, perusahaan swasta yang berekplorasi sumber energi batubara di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya PT Mifa Bersaudara ikut andil mewujudkan pembangunan PLTU untuk mempercepat pemenuhan kecukupan energi di Aceh.
"Pembangunan PLTU mulut tambang sudah menjadi strategis bisnis group dalam rencana jangka panjang," kata CSR and Coorcomm Manager PT Mifa Bersaudara Azizon Nurza.
Hanya saja tantangan dihadapi saat ini adalah, harga batu bara diproduksi perusahaannya dengan kalori/GAR 3400 mengalami penurunan 50 persen dari 38 dolar AS per metrik ton menjadi 19 dolar AS/MT hingga pertengahan 2015, namun tidak menjadi persoalan untuk menghambat penjualan produksi.
Dia mengapresiasi dukungan dari Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan semua pihak yang terkait dalam mendorong pemanfaatan batu bara lokal untuk perusahaan yang berada di daerah itu, namun hal tersebut berkaitan dengan pelaku usaha lain yang tidak dapat diintervensi.
Managemen perusahaan tambang tersebut sedang berfokus pada upaya penyelamatan investasi dengan melakukan intervensi beberapa kebijakan akibat keterpurukan harga batubara karena pengaruh krisis ekonomi dalam skala global.
Investor swasta ini berharap dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi program presiden RI Joko Widodo jilid I sampai V, akan memberi dampak berarti dalam upaya menekan kerugian perusahaan akibat semakin anjloknya harga jual batubara.
Paket kebijakan ekonomi terhadap penurunan harga minyak, gas dan tarif listrik dapat memperbaiki perekonomian perusahaan dalam upaya intervensi tingginya pengeluaran akibat biaya produksi tidak seimbang dengan hasil jual batu bara.
"Apabila kondisi aman, artinya target produksi terealisasi dan harga batu bara membaik dan kemudahan izin tentunya mempermudah target pembangunan PLTU itu sendiri. Dan satu hal yang sangat positif adalah kontribusi PAD akan lebih besar di daerah," katanya didampingi Comdev and Superintendent T Kaddhafi.
Dalam upaya pencapaian ini membutuhkan kerjasama yang baik, pihak swasta ini juga berharap PLTU milik pemerintah yang sudah ada mengunakan material diproduksi mereka, karena hal ini juga merupakan salah satu bentuk dukungan menyelamatkan investasi di daerah.
Sambut baik
Bupati Aceh Barat H T Alaidinsyah mengatakan sangat menyambut baik rencana pembangunan perusahaan PLTU untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai kontribusi penyumbang menjadikan Provinsi Aceh sebagai lumbung energi.
"Kita siap dan memfasilitasi keinginan mereka, izin kita permudah sesuai arahan bapak Presiden Jokowi persoalan perizinan harus dipemudah dan kita harapkannya ini menjadi pendukung penambahan energi kelistrikan," katanya.
Rencana tersebut sangat sejalan dengan nawacita Presiden Jokowi-JK untuk tercapainya target penyediaan energi listrik sebesar 35.000 MW, pihaknya telah menerima arahan untuk membantu kemudahan investor yang bermaksud membangun investasi.
Selain mempercepat menumbuh kembangkan perekonomian di daerah, kehadiran investasi juga akan membuka lapangan kerja baru, tentunya hal tersebut sejalan upaya pemerintah dalam percepatan peningkatan ekonomi rakyat.
"Tentunya bila ada pembangunan ini bisa menyerap tenaga kerja dan bisa menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat sekitar. Bukan hanya kita tapi seluruh kabupaten/kota," imbuhnya.
Sasaran dari pembangunan perusahaan PLTU adalah untuk menjadikan salah satu daerah di Aceh sebagai penghasil energi, ketersediaan bahan baku di Aceh Barat masih belum habis digunakan untuk jangka waktu sampai 50 tahun kedepan.
Dukungan terhadap investasi ini turut didukung DPRK Aceh Barat, pihak legislatif mendorong hadirnya industi baru untuk pemanfaatan bahan baku lokal dan perusahaan yang sudah ada di daerah itu.
Ketua Komisi-D DPRK Aceh Barat, Bantalidan mengatakan, Pemerintah Aceh harus mendorong pemanfaatan bahan baku lokal, karena hingga saat ini managemen PLTU Nagan Raya masih mendatangkan bahan baku energi dari Kalimantan.
"Saat ini kondisi harga batu bara mengalami keterpurukan, dampaknya sudah banyak PHK pekerja tambang dan rekanan PT Mifa Bersaudara karena material lokal dijual keluar dengan biaya kos sangat tinggi, sementara ada PLTU di sini harusnya bisa menggunakan produksi lokal, tapi malah masih membeli yang dari luar," katanya.
Komisi membidangi tenaga kerja ini mengungkapkan keprihatinan telah menerima data pekerja yang di PHK dari industri pertambangan rekanan PT Mifa Bersaudara karena dalam masa sulit mempertahankan investasi akibat keterpurukan krisis ekonomi global.
Menurut dia sudah saatnya pihak PT PLN (persero) yang bertangung jawab mengelola PLTU Nagan Raya tidak lagi mempertahankan egonya karena tidak menggunakan bahan baku lokal sebab dianggap tidak sesuai spesifikasi peralatan.
Jauh sebelum PLTU tersebut dibangun di Aceh telah diketahui kadar kalori ketersediaan bahan baku batubara yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat maupun Nagan Raya, akan tetapi tetap saja peralatan yang didatangkan dengan kriteria tidak sesuai dengan ketersediaan bahan baku lokal.
Semua pihak tentunya harus menyikapi dengan bijak keberadaan investor swasta di daerah yang sedang mengalami masa sulit, belum lagi melihat dampak terjadinya hilangnya pekerjaaan masyarakat Aceh.
Pemerintah bersama-sama harus melakukan evaluasi ulang terhadap peralatan pembakaran batu bara (boiler) PLTU di Nagan Raya yang tidak bisa menggunakan material batu bara dengan kalori/GAR 3400, untuk penyesuaian dengan bahan baku yang tersedia di daerah Aceh.
Dengan adanya evaluasi kebijakan pengadaan peralatan batubara ini diharapkan menjadi upaya bersama menyelamatkan investor lokal serta menambah daya saing penjualan batubara lokal untuk keluar negeri lebih mahal dari harga selama ini.
"Paling tidak PLTU ini menggunakan 50 persen bahan lokal Aceh sudah cukup membantu, jangan semua didatangkan dari luar. Dengan demikian peluang kerja terbuka lebar dan tidak sampai ada PHK pekerja tambang seperti saat ini bila produksi lokal digunakan," katanya menambahkan.
Apabila semua pihak bersatupadu membangun Aceh menjadi lumbung energi tidak mustahil hal tersebut dapat terwujud, terlebih lagi sangat banyak sumber daya alam energi belum dimanfaatkan karen daerah itu keterbatasan sumber daya manusia serta keberanian investor swasta memanfaatkan daerah di juluki "Bumi Teuku Umar itu".