Langsa (ANTARA Aceh) - Ratusan warga yang tergabung dalam Gerakan Meusafat Peduli Polusi Udara (GEMPUR), menggelar aksi demonstrasi di halaman pabrik kepala sawit (PKS) milik PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) yang terletak di Desa Tanjung Seumantoh Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.
Mereka menuntut PTPN I untuk menutup pabrik tersebut. Pasalnya, limbah cair, debu ketel dan cerobong asap yang dikeluarkan pabrik tersebut telah mencemarkan lingkungan dan polusi udara sehingga warga sekitar kerap menderita gatal-gatal dan inspeksi saluran pernafasan (Ispa).
"Kami minta PTPN I untuk peduli lingkungan dan polusi udara dari cerobong pabrik telah menimbulkan efek samping terhadap kesehatan masyarakat sekitar," seru Koordinator GEMPUR, Mustafa Kamal ketika dihubungi dari Langsa, Rabu.
Karenanya, lanjut dia, massa yang terdiri dari warga sekitar pabrik mendesak Direktur Utama PTPN I (Persero) agar menghentikan sementara operasional pabrik tersebut, selama belum adanya penyelesaian mengenai pembuangan limbah dan asap cerobong pabrik itu.
Kemudian, menutup seluruh parit pembuangan yang ada di sepanjang jalan lintas Medan-Banda Aceh (kawasan pabrik) sesuai dengan keputusan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
Dalam tuntutannya, GEMPUR juga meminta pihak manajemen pabrik agar memberikan kebebasan.beribadah kepada karyawan yang beragama Islam.
Selanjutnya, perkebunan BUMN itu diminta agar mengalokasikan dana Crisis Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat sekitar pabrik dan menerima pemuda desa setempat untuk menjadi karyawan di PTPN I.
Tidak hanya itu, Mustafa Kamal beserta demonstran lain mendesak perusahaan 'plat merah' itu, untuk memberikan hak normatif kepada buruh bongkar muat serta tidak ada diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ketiga.
Masih dalam tuntutannya, warga kata Mustafa, meminta kepada menteri BUMN agar melepaskan lahan lapangan bola kaki Meusafat di Desa Simpang Empat Upah sebagaimana yang pernah dijanjikan PTPN I.
Terkahir, massa menyerukan pihak BPK RI agar dapat turun ke daerah dan profesional dalam melakukan audit keuangan PTPN I.
"Aksi ini akan kembali lagi dengan massa lebih banyak minggu depan karena Direktur PTPN I enggan hadir menemui warga, hanya diwakili Kabag Humas," jelas Mustafa.
Mereka menuntut PTPN I untuk menutup pabrik tersebut. Pasalnya, limbah cair, debu ketel dan cerobong asap yang dikeluarkan pabrik tersebut telah mencemarkan lingkungan dan polusi udara sehingga warga sekitar kerap menderita gatal-gatal dan inspeksi saluran pernafasan (Ispa).
"Kami minta PTPN I untuk peduli lingkungan dan polusi udara dari cerobong pabrik telah menimbulkan efek samping terhadap kesehatan masyarakat sekitar," seru Koordinator GEMPUR, Mustafa Kamal ketika dihubungi dari Langsa, Rabu.
Karenanya, lanjut dia, massa yang terdiri dari warga sekitar pabrik mendesak Direktur Utama PTPN I (Persero) agar menghentikan sementara operasional pabrik tersebut, selama belum adanya penyelesaian mengenai pembuangan limbah dan asap cerobong pabrik itu.
Kemudian, menutup seluruh parit pembuangan yang ada di sepanjang jalan lintas Medan-Banda Aceh (kawasan pabrik) sesuai dengan keputusan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
Dalam tuntutannya, GEMPUR juga meminta pihak manajemen pabrik agar memberikan kebebasan.beribadah kepada karyawan yang beragama Islam.
Selanjutnya, perkebunan BUMN itu diminta agar mengalokasikan dana Crisis Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat sekitar pabrik dan menerima pemuda desa setempat untuk menjadi karyawan di PTPN I.
Tidak hanya itu, Mustafa Kamal beserta demonstran lain mendesak perusahaan 'plat merah' itu, untuk memberikan hak normatif kepada buruh bongkar muat serta tidak ada diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ketiga.
Masih dalam tuntutannya, warga kata Mustafa, meminta kepada menteri BUMN agar melepaskan lahan lapangan bola kaki Meusafat di Desa Simpang Empat Upah sebagaimana yang pernah dijanjikan PTPN I.
Terkahir, massa menyerukan pihak BPK RI agar dapat turun ke daerah dan profesional dalam melakukan audit keuangan PTPN I.
"Aksi ini akan kembali lagi dengan massa lebih banyak minggu depan karena Direktur PTPN I enggan hadir menemui warga, hanya diwakili Kabag Humas," jelas Mustafa.