Aceh Jaya (ANTARA) - Komandan Kodim 0114 Aceh Jaya Letnan Kolonel Arm David Eldo menyampaikan sejumlah potensi serta persoalan yang harus dibenahi oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya di usia 20 tahun ini.
Letkol Arm David Eldo menjelaskan Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Aceh. Kabupaten ini berdiri pada 10 April 2002. Pada usianya yang ke-20 pada tahun ini, belum begitu banyak perkembangan pembangunan yang terasa dampak secara signifikan, khususnya pada tingkat perekonomian masyarakat. Hal ini sangat ironis jika dihadapkan dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Jaya.
Ia mendeskripsikan, menganalisa dan merekomendasikan dalam upaya pemanfaatan potensi wilayah Aceh Jaya serta upaya solutif dalam pemecahan persoalan yang terdapat di wilayah Aceh Jaya.
“Tulisan ini kami disusun dengan pendekatan analisis deskriptif dan dibingkai dalam pembahasan tentang 'emas biru', 'emas hijau', 'emas coklat', infrastruktur dan sumber daya manusia di Aceh Jaya,” Katanya.
David menjelaskan kalau dari sumber daya laut atau emas biru/blue gold, perikanan Kabupaten Aceh Jaya dalam pengelolaan potensi alam di bidang perikanan saat ini memiliki beberapa kelompok nelayan di setiap kecamatan.
Kelompok nelayan tersebut dikoordinir oleh Panglima Laot di tiap kecamatan. Prasarana kapal yang digunakan baru berupa perahu nelayan tradisional dengan hasil tangkapan/produksi sangat tergantung kepada cuaca.
“Satuan dinas di pemerintahan kabupaten yang membidangi perikanan ini adalah Dinas Kelautan Perikanan (DKP) sebagai stakeholder. Namun, dalam pelaksanaan aktivitas mata pencahariannya, kelompok nelayan belum berjalan optimal karena hasil yang diperoleh tetap tidak proporsional dan belum mempengaruhi ekonomi keluarga secara signifikan,” katanya.
Selain itu, kata David, hasil tangkapan belum berpengaruh secara signifikan terhadap perekonomian kawasan daerah termasuk terhadap pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten.
“Guna meraih cita-cita tersebut perlu direkomendasikan beberapa upaya sebagai berikut: pertama, pelatihan sumber daya manusia nelayan dengan pembekalan ketrampilan dengan metode yang lebih optimal. Kedua, penyuluhan dan pelatihan terbimbing dari DKP. Ketiga, peningkatan prasarana kapal nelayan modern yang dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System) dan fishing tools yang canggih untuk dikelola oleh 1 kelompok nelayan secara manajemen tim,” katanya.
Ia juga menjelaskan kalau tambak atau budidaya udang, kepiting, tiram di sepanjang pesisir pantai barat selatan, khususnya wilayah Aceh Jaya terdapat beberapa tambak udang tradisional dan semi modern, budidaya tiram dan kepiting secara semi natural di kawasan mangrove dan karang, serta DKP juga merupakan stakeholder yang membidangi hal tersebut.
Ia menyampaikan kalau saat ini, dalam hal pengoperasionalannya, tambak belum mampu menghasilkan secara masif baik untuk kebutuhan lokal,nasional maupun internasional karena belum ada target dari Pemkab dalam rangka peningkatan PAD dari sektor ini.
“Pengelolaan tambak masih bersifat pribadi dan swasta, belum ada campur tangan Pemerintah dalam hal peningkatan kualitas dan kuantitas dari hulu sampai dengan ke hilir,” jelasnya.
Berpedoman pada kondisi tersebut, kata David, Pemerintah perlu memberikan pelatihan tenaga pelatih dan penyuluh serta pendampingan terhadap masyarakat pengelola tambak.
Selanjutnya Pemkab dalam hal ini bekerja sama dengan instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup(DLH) dan lainnya dalam mewujudkan peningkatan PAD dari sektor ini.
Selanjutnya kata dia pengawasan melekat dari seluruh stakeholder dalam hal pendampingan dari hulu sampai dengan ke hilir. Mangrove di bidang pengembangan budidaya dan pelestarian mangrove, di Aceh Jaya terdapat ekowisata mangrove di Kecamatan Setia Bakti yang dikelola oleh desa dan pernah mendapat bantuan dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) pada 2019 dan 2020.
Kondisi terkini, pelestarian mangrove belum merata di sepanjang pesisir Aceh Jaya. Bidang ini juga merupakan sektor pembinaan dan tanggung jawab DKP sebagai stakeholder.
Pelestarian mangrove belum bersifat masif dalam melindungi pesisir pantai terhadap ancaman abrasi dan gelombang tsunami. Pemkab dan stake holder masih banyak belum memahami nilai penting mangrove lainnya yaitu memiliki daya serap karbon untuk memperbaiki komposisi lapisan ozon yang rusak.
Dalam rangka meningkatkan pelestarian mangrove di Aceh Jaya, maka perlu dikembangkan pelestarian mangrove dan pembibitan secara massal dan masif di sepanjang daerah kawasan sekitar pesisir pantai.
"Selanjutnya untuk pemanfaatan daya serap karbon sebagai salah satu upaya dalam peningkatan PAD Kabupaten,” katanya.
Ia juga menyampaikan terkait potensi terumbu karang Aceh Jaya sebagai salah satu kabupaten yang berada di pesisir pantai Aceh Barat Selatan, memiliki beberapa terumbu karang di tiap kecamatan seperti Kecamatan Jaya.
Kemudian, Kecamatan Indra Jaya, Sampoiniet, Darul Hikmah, Setia Bakti dan Krueng Sabee. Dalam hal ini perlu bimbingan dan arahan dari DKP dan DLH sebagai stakeholder.
Kondisi nyata saat ini dan terkini adalah bahwa di Aceh Jaya belum ada upaya pelestarian dari pemkab terhadap terumbu karang.
Guna mewujudkan pelestarian dan konservasi terhadap terumbu karang maka diperlukan upaya pemkab dalam pelestarian terumbu karang sebagai tempat biota laut dan habitat ikan laut.
Tentunya sangat diperlukan campur tangan pemerintah dalam hal perlindungan dan pelestariannya. Di sisi lain, jika diberdayakan untuk pariwisata, maka akan dapat meningkatkan PAD Kabupaten.
Sementara dari Sumber daya tanah/bumi (emas hijau/green gold dan emas coklat/brown gold) Pertanian terdapat beberapa sektor pertanian yang perlu dibahas terkait di wilayah Aceh Jaya.
Sektor tersebut diantaranya adalah berupa, pertama, pertanian padi sawah masih bersifat tadah hujan. Kedua, perkebunan sawit menghasilkan produksi yang belum masif bahkan tidak mampu memenuhi untuk pasokan alokasi lokal.
Ketiga, perkebunan tanaman nilam belum operasional secara optimal dari pabrik di Kecamatan Pasie Raya terhenti pada 2012 dan pabrik di Kecamatan Teunom bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala (USK) belum operasional dari 2018.
Berkenaan dengan hal tersebut pula katanya, pertanian/perkebunan belum memperhatikan tentang pelestarian alam khususnya hutan, hal ini terlihat dari pembukaan lahan dengan membakar serta tidak ada reboisasi (penghijauan).
Menurutnya, bidang ini melibatkan beberapa stakeholder diantaranya adalah Dinas Pertanian (Distan), Dinas Kehutanan (Dishut), Dinas Pangan (Dispang), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan DLH.
Dengan demikian perlu diupayakan dalam pemecahan persoalan tersebut adalah pertama perlunya pembangunan sumur bor sebagai sarana irigasi sehingga mampu meningkatkan produksi pertanian padi tiga kali dalam setahun.
Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan sawit dengan peremajaan tanaman dan perluasan lahan guna meningkatkan hasil produksi serta perlunya pengawasan melekat dari Pemkab melalui kerja sama antar stakeholder terkait.
Ketiga, perlunya penanaman pohon secara massal dan reboisasi guna pelestarian Kawasan hutan agar tidak mengganggu fungsi paru-paru dunia.
Sementara peternakan, kondisi unik dan terjadi di Aceh secara umum dalam bidang peternakan adalah bahwa peternakan sapi, kerbau dan kambing mayoritas tidak dikandangkan.
Akibat dari hal tersebut adalah terdapat beberapa kecelakaan lalu lintas akibat hewan ternak berkeliaran secara bebas di jalan utama/jalan nasional. Selain itu, produksi pupuk kandang belum ada akibat kotoran hewan ternak tidak tersentralisasi.
Hasil dari analisa beberapa hal tersebut adalah bahwa masyarakat masih belum punya kemauan untuk mengandangkan ternaknya karena kesulitan dalam mencari pakan.
Padahal, sudah seharusnya hewan ternak harus diupayakan dikandangkan guna mencegah meluasnya kecelakaan lalu lintas. Lebih jauh didapatkan bahwa kotoran hewan ternak yang tersebar secara tidak beraturan menyulitkan dalam pembuatan pupuk kandang.
Dalam hal ini diperlukan campur tangan Pemerintah dalam penertiban hewan ternak guna meningkatkan produksi di sektor peternakan, karena hasil yang diperoleh akan lebih terjamin baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Lebih lanjut dapat direkomendasikan adalah bahwa perlunya pengawasan melekat dari pemerintah serta pendampingan dalam hal produksi pembuatan pupuk kendang guna meningkatkan perekonomian dan PAD Kabupaten di sektor peternakan dan produksi pupuk kandang.
Sumber daya mineral. Potensi sumber daya alam kabupaten Aceh Jaya khususnya sumber daya mineral terdiri dari potensi tambang emas, potensi tambang batubara dan potensi galian C berupa pasir, batu gajah,bijih besi, dan lain-lain.
Namun sangat disayangkan bahwa potensi sumber daya mineral tersebut belum melibatkan peran pemerintah dalam hal ini Pemkab Aceh Jaya dalam hal penertiban dan pengawasan melekat terhadap potensi sumber daya mineral.
Dengan demikian dibutuhkan penegasan dalam referensi dan regulasi berupa payung hukum berdasarkan UUD 1945 Pasal 33. Pemerintah dapat mendatangkan investor atau mengelola melalui BUMD sehingga bersifat legal dan dapat meningkatkan PAD Kabupaten, dengan tetap memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan.
Yang terakhir katanya infrastruktur penyokong. Jalur darat hulu ke hilir dalam mendukung dan menyangga berbagai sektor di bidang pertanian dan perindustrian di wilayah Aceh Jaya, diperlukan infrastruktur penyokong berupa jalur transportasi.
Jalur transportasi perkebunan dan pertanian sudah ada namun belum optimal. Kualitas jalan untuk perindustrian dan perdagangan belum optimal. Disperindag, Dishub dan Dinas PUPR sebagai stake holder. Pemkab Aceh Jaya diharapkan dapat menempuh langkah-langkah pembangunan karena mengingat perlunya ekstensifikasi jalur pertanian, perkebunan, perindustrian dan perdagangan.
Selain itu juga, diperlukan peningkatan kualitas jalur darat terhadap tonase beban dari alat angkut darat, misalnya betonisasi jalan Pelabuhan. Jalur laut Kabupaten Aceh Jaya memiliki satu pelabuhan kelas IV yang memiliki fasilitas serta prasarana yang sangat terbatas.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya pemerintah dalam hal peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana pelabuhan, serta dapat membagi minimal tiga titik tipe Pelabuhan diantaranya pelabuhan untuk angkutan barang, pelabuhan untuk angkutan orang/penumpang dan Pelabuhan untuk perikanan.
Sementara sumber daya manusia hal yang menonjol tentang sumber daya manusia di wilayah Aceh Jaya adalah bahwa Pemkab Aceh Jaya memiliki aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga harian lepas (THL) dengan tingkat pendidikan relatif masih rendah.
Selain itu, masih memiliki kendala berupa masih kurangnya motivasi kerja dan kepedulian dalam hal membangun daerahnya, hal ini dapat dilihat dari beberapa program yang telah dijalankan hanya sekadar penggugur kewajiban.
Berpedoman kepada hal tersebut, maka perlu ditempuh beberapa langkah upaya sebagai berikut, yaitu pertama kepala daerah diikutsertakan dalam pendidikan Lemhanas guna memicu dan memacu motivasi untuk membangun daerahnya. Kedua, para kepala SKPK dan sederajat diikutsertakan pembekalan ketrampilan sesuai bidang tugas masing-masing di kementerian terkait pada pemerintah pusat.
Selanjutnya diwajibkan menerapkan ilmu tersebut di unit kerjanya. Ketiga, perlunya pelatihan dan pembekalan bela negara bagi seluruh ASN dan THL di jajaran Pemkab ke bawah agar memiliki nasionalisme tinggi serta peduli terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.
Program pelatihan dan pembekalan tersebut agar dilaksanakan secara kontinyu,terus-menerus secara bertahap,bertingkat dan berlanjut serta dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya guna menjamin peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Aceh Jaya di mata Komandan Kodim 0114, mulai dari potensi hingga permasalahan
Sabtu, 14 Mei 2022 15:23 WIB