Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebut konflik gajah liar dengan warga di Kabupaten Aceh Tengah beberapa waktu lalu terjadi di dalam kawasan hutan lindung, yang memang menjadi wilayah perlintasan satwa liar dilindungi itu.
“Jadi kita imbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan lindung, karena itu memang habitat pergerakan dari satwa liar,” kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Rabu.
Pada Ahad (5/2) lalu, peristiwa amukan gajah liar terjadi di wilayah Gampong Kekuyang, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, sekitar pukul 14.30 WIB. Akibatnya, satu orang warga bernama Sufri (40) meninggal dunia dan dua orang lainnya Miswan (56) dan Safar (35) mengalami luka-luka.
Baca juga: Hindari konflik dengan manusia, BKSDA upayakan buat peta pergerakan gajah
Agus menjelaskan peristiwa itu terjadi ketika para korban sedang melakukan perbaikan pondok kebun, yang memang berada dalam kawasan hutan lindung. Padahal, kata dia, hal tersebut tidak diperbolehkan secara hukum karena memang berada kawasan hutan lindung.
“Kita tim resort dan Koramil, Polsek mengecek lokasi kejadian, dan memang itu dalam hutan lindung, jaraknya 6 kilometer dari desa. Yang jelas sejauh masih dalam kawasan hutan lindung itu bukan konflik, karena itu memang habitat gajah,” kata Agus.
Dirinya juga berkunjung ke rumah korban, dan memperoleh keterangan dari keluarga korban bahwa memang kawasan tersebut sering dilintasi gajah liar. Dan sebetulnya, warga setempat sudah mengetahui bahwa kawasan tersebut merupakan wilayah perlintasan gajah.
“Karena saya sudah ke rumah duka dan saya ketemu adik korban, dia menyampaikan kalau dulu dia juga pernah melakukan aktivitas yang sama, dan dulu gajah memang sering di situ,” ujarnya.
Oleh sebab itu, BKSDA mengimbau masyarakat untuk tidak beraktivitas di dalam kawasan hutan lindung, guna mengantisipasi peristiwa yang sama kembali terulang.
Secara khusus, dirinya juga meminta tim BKSDA di lapangan terus melakukan pengawasan pergerakan satwa liar di wilayah perkampungan, mengingat habitat satwa liar di daerah itu sudah terganggu karena banyaknya aktivitas masyarakat di kawasan hutan lindung.
“Yang kejadian kemarin itu cuma satu dua ekor saja, kalau yang kelompok besarnya di wilayah (desa) Karang Ampar (Kecamatan Ketol) dan biasanya wilayah (Kekuyang) ini juga sering dilintasi karena kita pasang GPS colar, ya. Jadi data GPS colar menunjukkan kelompok besar tidak ada di situ,” ujarnya.*
Baca juga: Warga stop paksa excavator perusahaan perkebunan gali parit gajah