Kentalnya toleransi saat Ramadhan di daerah syariat Islam Aceh
Oleh Rahmat Fajri Selasa, 11 April 2023 9:45 WIB
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Yayasan Hakka Aceh, Harianto, yang menerangkan bahwa Pasar Pecinan merupakan pasar keberagaman bagi Aceh.
Mengapa pasar bisa buka terbatas waktunya meski ada seruan tidak boleh berjualan oleh Forkopimda, menurut dia, karena sebelumnya Yayasan Hakka sudah pernah menemui Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mencarikan solusi agar masyarakat Tionghoa tetap bisa berjualan pada bulan Ramadhan.
Akhirnya, lahir sebuah kesepakatan bersama antara masyarakat etnis Tionghoa dengan Pemko Banda Aceh, yakni mereka tetap diizinkan membuka usaha tapi hanya sampai pukul 09.00 WIB.
"Jadi kesepakatan ini tetap kita patuhi sampai sekarang. Pasar ini sudah beroperasi sejak tahun 90-an, tidak pernah ada penggusuran atau masalah lainnya. Karena pemko telah memberikan ruang kepada etnis Tionghoa," katanya.
Baca juga: FKUB tegaskan tak ada larangan pendirian tempat ibadah non muslim di Aceh
Dalam kesepakatan tersebut, mereka juga dipersyaratkan tidak boleh menjual makanan dan minuman kepada umat Islam di sana, tapi khusus untuk warga non-Muslim.
"Yang boleh membeli di sini seperti etnis Tionghoa, komunitas Batak, Kristen Protestan, dan Katolik. Kalau dari warga Muslim, maaf, kami tidak akan melayaninya karena memang sedang bulan Ramadhan," tegas Harianto.
Kota Toleransi
Masyarakat Kota Banda Aceh sudah lama hidup rukun dan berdampingan antara pemeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Tidak pernah terjadi selisih paham yang membuat kondisi kurang baik. Semuanya berjalan aman dan damai
Penjabat Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq mengatakan bahwa Banda Aceh merupakan kota yang menerapkan syariat Islam karena itu warga non-Muslim diminta menghormati warga yang berpuasa. Jika ada aktivitas makan dan minum, diharapkan selalu tertutup.
"Ini demi Banda Aceh sebagai Kota Toleransi. Jadi sekarang ini mereka (non-Muslim) tahu pada waktunya, kapan mereka harus membuka dan menutup usaha," kata Bakri.
Baca juga: FKUB diminta tingkatkan kualitas kerukunan beragama di Banda Aceh
Bakri menyampaikan selama ini warga non-Muslim selalu menjaga dan menghargai masyarakat yang berpuasa. Mereka sadar berada di kota yang menerapkan syariat Islam.
"Kita beri kebebasan, hanya saja harus tertutup. Saya kira aman, nyaman, dan damai di Banda Aceh, yang penting tidak terbuka, saling menghargai," ujarnya.
Pada kesempatan lain, Bakri juga pernah mengungkapkan bahwa ia merasakan ada kesejukan dalam kehidupan beragama di Banda Aceh, tidak pernah ada gesekan dan konflik yang bermotif agama.
Selama ini Pemko telah membuktikan bahwa umat Islam sebagai mayoritas bisa menjadi pelindung bagi umat beragama lain.
"Islam itu rahmatan lil alamin, itu harus kita sosialisasikan secara terus-menerus kepada masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, pemahaman tersebut menjadi modal yang kuat dalam melahirkan kesejukan dalam kehidupan beragama.
"Kita ingin Banda Aceh ini terus sejuk, bersahabat. Indah sekali ketika ada kekurangan kita ditutup oleh kawan, kemudian kekurangan kawan kita yang tutup," kata Bakri.