Aset Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG) yang disita berupa tanah dengan total 277 bidang seluas 14.620,48 hektare, aset Wilmar Group berupa tanah dengan total 625 bidang seluas 43,32 hektare. Sedangkan aset PT Permata Hijau Group disita tanah dengan total 70 bidang seluas 23,7 hektare.
Kemudian mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp385.300.000. Selain itu juga mata uang dolar USD sebanyak 4.352 lembar dengan total 435.200 dolar AS, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM52.000, dan mata uang dolar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total 250.450 dolar.
Menurut Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional yang juga juru bicara Koalisi Transisi Bersih, kasus korupsi minyak goreng yang menyeret Musim Mas Group (MMG), Wilmar Group, dan Permata Hijau Group, serta kasus korupsi sebelumnya yakni Surya Darmadi dari Duta Palma Group terkait korupsi perizinan, membuktikan bahwa bahwa hulu-hilir industri sawit mempunyai banyak masalah dan begitu rentan menjadiruang korupsi.
"Oleh karenanya, upaya perbaikan tata kelola dan tata niaga industri sawit wajib segera dilakukan," katanya.
Baca juga: Kejati Aceh sita aset tersangka korupsi peremajaan sawit
Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan bahwa salah satu akar masalah rantai pengusahaan industri sawit adalah lemahnya pengawasan terhadap pasar CPO yang cenderung oligopoli, sehingga perilaku kartel kerap terjadi di pasar minyak goreng. Untuk itu, transparansi data dan penguatan penegakan hukum menjadi kunci pengawasan pasar.
Pemerintah juga harus serius membenahi tata kelola sawit Indonesia, salah satunya dengan kembali memberlakukan moratorium pemberian izin, serta melakukan audit korporasi sawit secara transparan.
"Desakan ini sudah berkali-kali disampaikan kelompok masyarakat sipil, termasuk lewat gugatan kelangkaan minyak goreng terhadap Presiden
Joko Widodo dan Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta," katanya.