Banda Aceh (ANTARA) - Rektor UIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh Prof Mujiburrahman menyatakan sangat mendukung surat edaran yang diterbitkan Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki tentang penguatan peningkatan pelaksanaan Syariat Islam bagi ASN dan masyarakat di Aceh.
“Kebijakan Pj Gubernur Aceh tersebut sejalan dengan komitmen UIN Ar-Raniry Banda Aceh terkait dengan implementasi Syariat Islam di Aceh,”katanya di Darussalam, Banda Aceh, Kamis.
Ia menjelaskan ada tiga tahapan implementasi yang dapat dilaksanakan di komunitas Muslim, termasuk di Aceh yakni pertama ajarkan dan didik masyarakat mengerti dan mengamalkan Islam dengan benar, kedua, benah pranata sosialnya dan ketiga laksanakan hukuman.
Baca juga: Tak hanya batasi warkop, SE Gubernur Aceh juga larang non muhrim naik kendaraan berduaan
Menurut dia pemerintah harus membuat kebijakan dan aturan yang mengatur ketertiban, kebaikan dan kemaslahatan masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan terhindar dari hukuman dan keburukan.
Ia mencontohkan agar masyarakat muslim tidak berzina maka dibenahi pranata sosialnya seperti negara harus mengatur supaya prosesi pernikahan dimudahkan, menjamin akan mendapat pekerjaan yang baik.
Kemudian untuk menjaga kesehatan dan kemaslahatan masyarakat, maka pemerintah dapat membuat aturan untuk mengatur jadwal buka dan tutup warung kopi/cafe di Aceh yang bertujuan menjaga kemaslahatan dan kesehatan masyarakat Aceh itu sendiri.
"Dengan adanya aturan tentang jam tutup warung kopi di pukul 00.00 malam, akan memberi peluang kepada masyarakat Aceh untuk dapat beristirahat dengan cukup dan sempurna, sehingga hal ini akan memberi pengaruh kepada peningkatan kualitas kesehatan dan tentunya juga kualitas hidup masyarakat Aceh itu sendiri," kata Prof Mujib.
Di sisi lain, kebijakan pengaturan jam tutup warung kopi ini dengan sendirinya juga berdampak positif untuk menghindari dari berbagai efek negatif selama ini dengan dibukanya warung kopi dua puluh empat jam.
Mujib menilai bahwa pada sisi lain pemberlakuan jam tutup warung kopi pukul 00 .00 WIB malam, juga perlu adanya kearifan dan rukhsah pada pada beberapa tempat yang khusus seperti di Kantin Rumah sakit, di Warung kopi/cafe dan rumah makan di area persinggahan mobil dalam perjalanan.
Baca juga: Kadin: Pembatasan waktu warkop bisa ganggu ekonomi dan iklim investasi Aceh
Sebelumnya Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh Nomor 451/11286 tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Masyarakat secara umum di Aceh.
Dalam surat edaran tersebut salah satu poinnya membatasi usaha warung kopi dan sejenisnya di Aceh agar tidak membuka usaha melewati pukul 00.00 WIB. Selain itu, kepada laki-laki dan perempuan non muhrim juga dilarang naik kendaraan berduaan.
"Imbauan Gubernur kepada warung kopi, kafe, dan sejenisnya, agar tidak membuka kegiatan usaha lewat pukul 00:00 WIB. Tidak berdua-duaan di tempat sepi dan di atas kendaraan" kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA.
Muhammad MTA menyampaikan, surat edaran Gubernur Aceh tersebut diterbitkan setelah menggelar pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh beberapa waktu lalu.
MTA menjelaskan, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan generasi emasnya di tahun 2045 mendatang. Dalam konteks Aceh, sebagai satu-satunya daerah yang menerapkan syariat islam, maka penting untuk mendekatkan para generasi pada masjid dan meunasah (mushalla).
"Aceh harus berbeda, menyongsong 2045, generasi Aceh bukan hanya bersiap menghadapi persaingan global, tetapi memiliki bekal agama yang kuat, agar tidak mudah dipengaruhi budaya negatif yang merusak tatanan adat budaya yang Islami di Aceh,” katanya.
Terdapat beberapa poin dalam surat edaran tersebut diantaranya, yakni kepada Satpol PP/WH Aceh dapat melakukan patroli rutin dalam rangka penegakan keputusan MPU Aceh, Qanun Aceh, Peraturan Gubernur Aceh, serta kebijakan Gubernur Aceh lainnya.
Kemudian, kepada Diskominsa Aceh dapat meningkatkan pengawasan terhadap televisi dan radio untuk lebih kepada penyiaran pesan dakwah. Melakukan pemantauan agar media cetak tidak memuat isi yang tidak sesuai dengan norma agama dan adat istiadat Aceh.
Kepada bupati/wali kota dan keuchik/kepala desa, diminta untuk mengembangkan, membimbing serta mengawasi pelaksanaan syariat islam dengan sebaik-baiknya.
Mencegah segala sesuatu yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan akhlak atau dekadensi moral, serta mencegah dan meniadakan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan prinsip syariat islam.
Selanjutnya, dapat memaksimalkan fungsi mushala atau tempat pengajian bagi anak-anak dan orang dewasa setelah maghrib.
Meningkatkan strategi dakwah dengan memanfaatkan sarana dan media yang sesuai dengan tuntutan zaman. Serta meningkatkan aktivitas dakwah yang lebih intensif ke semua daerah terutama daerah perbatasan.
Kepada pelaku usaha, guna memastikan tidak terjadinya pelanggaran syariat islam di tempat usaha, maka dapat menghentikan kegiatan yang mengeluarkan suara gaduh dan mengganggu saat adzan dikumandangkan.
Lalu, warung kopi, kafe, dan sejenisnya agar tidak membuka kegiatan usaha lewat pukul 00.00 WIB.
Terakhir, MTA menuturkan, kepada para ASN dan masyarakat, Gubernur mengimbau agar selalu melaksanakan syariat islam pada seluruh aspek kehidupan yang pelaksanaannya meliputi bidang aqidah, syariah dan akhlak.
Mendidik anggota keluarga terutama anak-anak sebagai generasi penerus terkait pemahaman dan pelaksanaan syariat islam sejak dini, baik di rumah maupun tempat-tempat pengajian, melalui baca Al Quran dan pengajian.
Selanjutnya, Gubernur juga mengimbau masyarakat dapat menjaga diri dan anggota keluarga dari perilaku maksiat, menjaga aurat dan kehormatan serta berbusana muslim atau muslimah.
"Tidak berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim baik di tempat umum, tempat sepi maupun di atas kendaraan. Dan mengoptimalkan shalat jamaah lima waktu di tempat kerja, gampong atau tempat umum Iainnya,” kata MTA.
Dalam kesempatan ini, MTA mengajak semua pihak untuk bersama mendukung SE Gubernur Aceh ini sebagai sebuah dukungan terhadap upaya mempersiapkan generasi emas 2045.
"Generasi emas tidak semata harus mampu bersaing secara global, namun juga mampu mempertahankan islam yang menyatu dalam adat, budaya dan keseharian masyarakat Aceh,” demikian Muhammad MTA.
Baca juga: DPRA: Pengawasan syariat Islam harus terus ditingkatkan