Meulaboh (ANTARA Aceh) - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh mengeluarkan Qanun (perda) untuk menjabarkan lebih terperinci terhadap pengunaan desa guna mewujudkan pembangunan pertumbuhan ekonomi masyarakat mandiri.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh Barat Teuku Fadli, di Meulaboh, Senin, mengatakan, suntikan alokasi dana desa terhadap BUMG guna terpenuhinya kebutuhan produktif dan konsumtif masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang diusulkan dalam musyawarah.
"Pemerintahpun tidak membatasai atau mempersentasekan besaran anggaran dana desa yang boleh dialokasikan untuk BUMG, yang penting memuat semua kebutuhan yang diusulkan oleh masyarakat dalam satu gampong," sebutnya.
Dia menyampaikan, saat ini Pemerintah Kabupaten Aceh Barat terus mengupayakan optimalisasi pengelolaan dana desa untuk pembangunan ekonomi masyarakat, salah satunya adalah lewat program nasional tersebut.dikelola lebih terarah pada tujuan itu.
Kata Teuku Fadli, dengan terbitnya qanun tersebut maka secara tidak langsung mewajibkan setiap amprahan dana desa dialokasikan untuk BUMG, apalagi hal itu memang tujuan utama pendistribusian dana desa oleh pemerintah pusat.
Teuku Fadli mengakui, bahwa keberadaan dari 321 desa di 12 kecamatan Aceh Barat, hampir semuanya memiliki BUMDes/BUMG, namun hanya sekitar 10 persen diantaranya yang aktif atau melakukan kegiatan ekonomi produktif yang menghasilkan untuk desa.
"Sekitar 10 persen yang sudah aktif dan kita dorong teru agar semuanya bisa membangun BUMG berjalan. Beberapa diantaranya malahan sudah dalam proses peningkatan status pembentukan badan hukum," imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan, pengelolaan BUMG diharapkan tidak hanya sebatas untuk menyelesaikan program pemerintah pusat, tapi lebih dari itu bisa menjadi alternatif pemerintahan desa memiliki badan usaha untuk akses ke pihak swasta dan perbankan.
Teuku Fadli menyebutkan, perlu sinergisitas semua pihak di tingkat Muspida untuk membina aparatur desa yang mengelolala dana desa, sebab selama ini hampir semua desa telah memiliki BUMG, namun terbatas sumber daya manusia pengelola.
Akhirnya yang terjadi adalah, banyak aset dari BUMG akan tetapi tidak menjadi sumber pemasukan desa karena managemen keuangan atau pengelolaannya tidak secara sistematis untuk Anggaran Pendapatan Belanja Gampong (APBG).
"Sebenarnya beberapa desa malahan sudah lama terbangun BUMG, ada aset dan sebagainya, tapi selama ini tidak dikelola khusus untuk memaksimalkan APBG, inilah yang sedang dibangun pada semua desa," katanya menambahkan.