Meulaboh (ANTARA Aceh) - Seratusan nelayan membuka dapur umum di halaman Kantor Pengadilan Negeri Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, sebagai aksi bertahan mengawal proses persidangan enam nelayan sebagai terdakwa.
Aksi massa nelayan sejak Selasa (9/5) siang tersebut sebagai bentuk solidaritas sesama nelayan yang mengikuti proses persidangan ke dua dengan agenda pembacaan esepsi keberatan dari penasehat hukum terdakwa dengan Ketua Majelis Hakim Said Hasan.
"Ini bentuk solidaritas sesama nelayan, sebagai nelayan kami hanya tahu mengikat mata pancing dan tarek pukat. Kami minta saudara kami dibebaskan, bila tidak maka kami akan terus bertahan disini," kata Koordinator Nelayan Tradisional Indra Jeumpa.
Nelayan bersama keluarganya membuka dapur umum di jalan antara Kantor Kejaksaan Negeri Aceh Barat dan PN Meulaboh, mereka menyediakan menu untuk peserta aksi seperti mie instan, kopi serta air mineral untuk minuman selama berlangsungnya aksi.
Komunitas nelayan tradisional di Aceh Barat tersebut menyatakan sikap untuk bertahan selama proses persidangan dan tetap mendesak pihak penegak hukum lebih arif serta membebaskan keluarga mereka dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Indra menyampaikan, sikap tersebut sebagai bentuk kekecewaan mereka kepada pihak Kejaksaan Negeri Aceh Barat yang sebelumnya sudah didatangi menindak lanjuti harapan mereka untuk dihentikan proses hukum atau dikeluarkan SP3.
"Kami sangat kecewa kepada Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengeluarkan kebijakan tanpa ada pemisahan nelayan tradisional dan nelayan konvesional, jangan disamaian semua, hari ini terbukti bahwa kami nelayan kecil terzalimi," tegasnya.
Enam nelayan Aceh Barat ditangkap Pol Air Polres Aceh Barat bersama tim Pol Air Polda Aceh karena menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan sejenis pukat Hela atau pukat Trawls pada 23 maret 2017 dan kini sudah memasuki tahap persidangan.
Pada persidangan pertama Senin (8/5) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni diacam dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Tentang Perikana pasal 85 dengan pidana lima tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
Kuasa Hukum Nelayan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Banda Aceh Pos Meulaboh, Herman, SH menyampaikan, mereka mengajukan esepsi keberatan secara yuridis karena kliannya selama ini tidak mendapat pembinaan.
Pasalnya pada Surat Edaran Kementrian KP RI Nomor B.1/SJ/PL.610/I/2017 telah memerintahkan kepala daerah dan instansi teknis terkait memberikan pendampingan kepada nelayan selama proses pengantian alat penangkapan ikan (API).
Keenam nelayan Aceh Barat yang mengikuti proses persidangan tersebut yakni Surya Andrianto (42), M Mizar (37), Baktiar (37), Yuli Saputra (32), Aliman (52), dan R Din (46), kenam ditangkap tim gabungan Pol Air Polda Aceh pada 23 Maret 2017.