Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf meminta aparat penegak hukum menangkap dan menghukum pelaku pembakar lahan yang mengakibatkan terjadinya bencana asap di wilayah itu.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi terutama hutan gambut di Kabupaten Aceh Barat, Aceh, telah menghanguskan sekitar 222 hektare lebih selama periode Juli tahun ini.
"Saya mendesak kepolisian bekerja serius, mengungkap pelaku pembakar hutan gambut itu. Tidak mungkin lahan terbakar sendiri, kalau tidak ada yang bakar," tegasnya.
Gubernur Aceh berharap, penindakan tegas terhadap pelaku pembakar oleh kepolisian setempat, maka secara otomatis kebakaran baik di hutan atau lahan gambut tidak terulang lagi.
Hampir setiap tahun terjadi pembakaran bagi pembukaan lahan sawit baru, saat musim kemarau hingga September tahun ini.
"Terhadap pelaku, harus diberi tindakan tegas. Jangan jadikan Aceh seperti di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan yang setiap tahun terbakar. Langkah konkret, Polisi harus usut dan proses hukum," jelas Irwandi.
Tercatat 241 warga Aceh Barat menjadi korban karena menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, gangguan pernapasan, dan lain-lain.
Mereka terpaksa menghirup ucara bercampur dengan kabut asap dari terbakarnya hutan dan lahan gambut di sembilan kecamatan setempat.
"Kalau yang meninggal, memang tidak ada. Tapi korban ISPA banyak, dan telah terdata oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat," ucap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Yusmadi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengerahkan dua helikopter untuk mempercepat pemadaman api di tengah hutan gambut di wilayah Aceh Barat.
Helikopter tiba di Bandar Udara Cut Nyak Dhien, Kabupaten Nagan Raya, Selasa (25/7), masing-masing berjenis MI-172 yang sanggup mengontongi empat ton air sekali terbang, dan jenis Bell sanggup membawa satu ton air.
Asap mengepung Meulaboh, Ibu Kota Kabupaten Aceh Barat dua pekan lebih.
"Kabut asap pekat masih kepung Meulaboh, Aceh," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Selalu terulang
Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut, peristiwa terbakarnya hutan dan lahan termasuk di Aceh Barat selalu terulang setiap tahun untuk wilayah Provinsi Aceh.
"Kalau mulai terbakar itu sejak tahun 2007. Yang pernah sampai pengadilan ada beberapa kasus," ucap Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur.
Bencana kabut asap yang ditimbulkan dari terbakarnya kawasan di tengah hutan gambut di pesisir pantai Barat ini, mulai terlihat medio Juli.
Api cepat membesar karena tiupan angin, dan langsung menghanguskan gambut kering setinggi tiga hingga enam meter terutama di dalam hutan.
Namun kebakaran hutan dan lahan Aceh di tahun 2012, merupakan peristiwa terbesar dalam beberapa 10 tahun terakhir.
Hingga 2012, telah terjadi 745 kali karhutla. Jumlah itu, setara 65 persen dari semua terbakarnya hutan dan lahan di Aceh mulai 2007 sampai 2011 dengan total 1.129 kejadian.
Nur mengakui, karhutla di wilayah Aceh telah seperti penyakit tahunan. Setiap tahun terjadi, dan cenderung meningkat akibat pembukaan lahan sawit baik milik perusahaan atau koperasi.
"Siapa 'aktornya'?. Memang agak sulit kami sebutnya. Walau masyarakat buka lahan di sekitar lahan perkebunan. Perusahaan sendiri, juga buka lahan. Kami belum investigasi serius," kata dia.
"Tersangka warga atau (perpanjangan tangan) korporasi, itu belum ada kita temukan," tegas Nur.
Padahal pembakaran lahan gambut merupakan tindakan yang melanggar hukum, sehingga dapat dijerat dengan sanksi pidana.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Raffles Brotestes Panjaitan menegaskan, tidak ada batasan terhadap lahan gambut.
"Tapi yang jelas gambut di bawah tiga meter atau di atas tiga meter, tetap tidak boleh," tegasnya.
Aturannya jelas yakni Peraturan Pemerintah No.71/2014 tentang Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dan turunannya yakni Peraturan Menteri LHK No.17/2017.
"Jadi mengenai gambut, tetap tidak boleh dibakar. Kami belum cek yang terbakar di Aceh Barat," tuturnya.
Hukum lemah
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pernah mengakui, masih ada kelemahan dalam penegakan hukum perkara kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Kelemahan itu secara umum pada hukum acara, dan prosedur dalam memproses perkara perdata, maupun pidana yang dilakukan perusahaan pelaku pembakaran atau masyarakat setempat.
"Saya sudah bilang sama Dirjen Gakkum (Penegakan Hukum), coba dicek apakah ada kelemahan di hukum acara. Baik proses, prosedur, sampai ke substansi. Jadi formal atau materilnya, apakah ada problem di sana atau tidak," kata Siti.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menyarankan, agar penegakan hukum karhutla melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di wilayah masing-masing.
"Kementrian LHK, PPNS harus dilibatkan. Karena PPNS sendiri kan dibina oleh Polri," katanya.
Meski demikian, Kepolisian Resor (Polres) Aceh Barat, Provinsi Aceh mengaku, masih memeriksa 14 orang sebagai saksi dalam kasus kebakaran lahan.
Kapolres Aceh Barat AKBP Teguh Priyambodo Nugroho mengatakan pemeriksaan saksi itu untuk memenuhi unsur dua alat bukti, guna ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
"Totalnya sudah ada 14 orang saksi kita minta keterangan, terutama si pemilik lahan, dari Kecamatan Johan Pahlawan lima orang, Kecamatan Samatiga enam orang dan Kecamatan Arongan Lambalek tiga orang," katanya.
Walhi Aceh menyatakan, tidak begitu sulit dalam mengungkap siapa pelaku pembakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh sebulan terakhir.
"Untuk menentukan siapa yang layak jadi tersangka, bisa dilihat wilayah konsesi maupun wilayah administrasi desa yang terbakar itu," tegas Muhammad Nur.
Sama-sama kita nantikan, mampukah hukum ditegakkan atas terbakarnya kawasan bergambut di Aceh. Atau hilang, seiring sirnanya kabut asap di Aceh Barat.