Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menilai peran lembaga dunia terkesan lamban mengatasi pembantaian muslim Rohingya oleh militer Myanmar, padahal sudah sangat jelas aksi itu merupakan tindakan kejahatan internasional.
"Kita berharap agar umat muslim melalui lembaga-lembaga dunia dapat bersikap adil dalam menyelesaikan setiap konflik di dunia ini. Jangan karena muslim sehingga harus selalu tertindas," kata Ketua Umum PW KAMMI Aceh Tuangku Muhammad kepada wartawan di Banda Aceh, Senin.
Dikatakan, tindakan genosida muslim Rohingya yang sudah seminggu lamanya telah mengakibatkan ribuan nyawa melayang dan ratusan ribu penduduk harus mengungsi akibat situasi keamanan yang tidak kondusif lagi.
"Seakan pembantaian ini tidak akan habisnya sampai muslim Rohingya habis total dibantai bak seekor hewan," kata Muhammad.
Dia mengatakan apa yang terjadi di Rakhine adalah tindakan genosida yang sistematik bermula dengan "classification" (identitas Rohingya diasingkan daripada rakyat Myanmar), kemudian "dehumanization" (969 panggil Rohingya sebagai anjing), "organization" dan "polarization" (orang Rakhine dihasut dan diberi senjata), "extermination" (bantai) dan "denial" (berlakunya pembantaian).
Bahkan yang berlaku ke atas muslim Rohingya bila diteliti sejarah sama seperti apa yang berlaku ke atas kaum muslim Chekz di Bosnia (1995), kaum Darfur di Sudan (2003-kini), Tutsi di Rwanda (1994), Yahudi dan Gypsy di Jerman (1942-1945) dan Armenia di Turki (1915-1917).
Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai kecaman dari berbagai elemen penduduk dunia terutama umat muslim. Turki menjadi salah satu negara yang sangat mengecam tindakan genosida ini.
"Mengapa dunia selalu lambat dan bungkam jika muslim yang tertindas. Disaat kami dibantai dunia seakan buta dan bisu. Mana suara kalian yang selalu mengatasnamakan nilai-nilai kemanusian. Apakah kami muslim bukan manusia? Sampai kapan kalian mampu melihat muslim Rohingya dibantai," tanya Muhammad.
Seharusnya sudah dari dulu lembaga-lembaga internasional sadar dan bergerak dalam menyelesaikan konflik ini. Jangan ketika sudah ribuan nyawa melayang baru bergerak, tegasnya lagi.
"Kita berharap lembaga dunia seperti PBB, OKI, dan ASEAN memberi tekanan terhadap Myanmar untuk menghentikan pembantaian terhadap etnis Rohingya," demikian Muhammad.