Banda Aceh (ANTARA) - Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar menyerukan pembenahan sistemik terhadap tata kelola lingkungan, penegakan hukum, reformasi kebijakan pembangunan hingga investigasi sebagai upaya mengatasi bencana hidrometeorologi di Aceh.
“Kita harus menjadikan pengalaman pahit ini sebagai titik balik,” kata Tgk Malik Mahmud Al Haythar, di Banda Aceh, Kamis.
Wali Nanggroe menyampaikan duka mendalam atas hilangnya nyawa, kerusakan infrastruktur, serta kerugian besar yang dialami masyarakat. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan harus memperkuat solidaritas dan memastikan tidak ada satupun warga terabaikan.
Tgk Malik menyoroti perlunya menghentikan deforestasi di wilayah hulu dan daerah aliran sungai, menerapkan tata ruang berbasis risiko bencana di seluruh kabupaten/kota, serta membangun infrastruktur pengendali banjir dan jembatan yang tahan terhadap kondisi ekstrem.
Pengendalian pencemaran air akibat pertambangan ilegal berbasis merkuri juga diperlukan, memperkuat sistem peringatan dini berbasis sensor dan teknologi satelit, serta memberantas aktivitas tambang dan pembalakan liar melalui kolaborasi antara lembaga adat, pemerintah, serta penegak hukum.
Wali Nanggroe menegaskan, peran penting masyarakat hukum adat, termasuk panglima hutan, sebagai penjaga hutan Aceh yang selama ini menjadi benteng mitigasi bencana.
"Ekosistem Aceh bukan sekadar sumber daya alam, ia adalah sistem penyangga kehidupan,” ujarnya.
Baca: Bupati: Korban bencana di Aceh Timur butuh hunian sementara
Selain itu, Tgk Malik juga menyerukan pembentukan tim investigasi khusus untuk mengungkap akar penyebab banjir, menelusuri jejak deforestasi, ekspansi perkebunan dan pertambangan, kerusakan daerah aliran sungai, sedimentasi sungai, serta pencemaran, serta penyumbatan aliran air akibat limbah padat dan plastik.
Tim juga dapat melakukan audit komprehensif terhadap konstruksi jembatan, tanggul, dan infrastruktur lain yang diduga tidak dibangun sesuai standar teknis sehingga menyebabkan kerusakan parah ketika banjir melanda.
"Investigasi ini akan melibatkan akademisi, pakar hidrologi, ahli lingkungan, aparat penegak hukum, dan unsur independen sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas publik," katanya.
Dalam kesempatan ini, Tgk Malik berharap, tragedi banjir besar tersebut dijadikan titik balik untuk membangun Aceh yang lebih tangguh melalui penguatan pendidikan, pengembangan ekonomi rakyat, pemerintahan bersih, perlindungan terhadap adat dan lingkungan, serta kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim.
Kemudian, ia menekankan pentingnya evakuasi cepat, pembukaan akses distribusi logistik, upaya modifikasi cuaca bila memungkinkan, serta penyediaan layanan kesehatan sebagai prioritas utama.
Dirinya juga memberikan perhatian khusus pada risiko penyakit pascabanjir dan meminta agar mitigasi epidemi dilakukan secara ketat, termasuk pengelolaan bangkai hewan, penyediaan air bersih, sanitasi darurat, serta pemetaan segera terhadap desa-desa yang terisolasi.
“Tidak boleh ada keterlambatan. Setiap menit menentukan keselamatan masyarakat,” tegas Tgk Malik Mahmud Al Haythar.
Baca: Gubernur: Bupati cengeng tangani banjir lebih baik mundur
