Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Di desa ini juga terdapat satu masjid tua yang diperkirakan sudah berusia puluhan tahun lamanya.
Dikatakannya, Sikundo juga memiliki potensi untuk kemajuan ekonomi di sektor pertanian dan perikanan di Kabupaten Aceh Barat apabila dikembangkan dengan baik oleh pemerintah.
Selain tanah yang subur, Sikundo merupakan penghasil minyak nilam terbesar di Aceh Barat dan terdapat banyak ikan Jurung atau Ikan Kerling yang sangat digemari oleh masyarakat di wilayah ini.
Dari segi pendidikan, sebetulnya di kawasan ini terdapat sebuah lembaga pendidikan yaitu Sekolah Dasar Negeri Sikundo yang dibangun oleh pemerintah daerah pada tahun 2010 lalu dan mulai difungsikan kegiatan belajar mengajarnya pada tahun 2012.
Namun kegiatan pendidikan anak didik di kawasan ini hanya berlangsung selama satu tahun saja. Pasalnya, pada tahun 2013 lalu karena akses transportasi ke wilayah itu harus menggunakan jembatan seutas tali sehingga sangat membahayakan keselamatan para siswa.
Jumlah siswa yang belajar juga tidak banyak, hanya sekitar 15 orang saja.
Setelah sekolah ini dihentikan aktivitas belajat-mengajar pada tahun 2013 lalu, kata Muhammad Jauhari, masyarakat Sikundo terpaksa menempatkan anak-anak mereka di Desa Ketambang dan Pante Ceureumen agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan terbaik.
Karena tak pernah lagi difungsikan, kini gedung sekolah tersebut terlihat terbengkalai dan kondisinya berserakan tak terurus. Di beberapa bagian gedung juga terdapat semak belukar dan bagian bangunan yang sudah mulai keropos akibat termakan usia.
“Kami berharap pemerintah juga membangun satu unit lagi jembatan gantung ke Dusun Sara-Sare, disini terdapat banyak perkebunan warga dan terdapat warga yang menetap sekitar 12 kepala keluarga," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Nurdin Kamal (32), seorang tokoh masyarakat Sikundo kepada Antara, Jumat lalu.
Minimnya prasarana dan sarana yang ada di kawasan itu menyebabkan masyarakat juga terbatas dalam mengakses fasilitas kesehatan.
Apabila ada warga yang sakit dan membutuhkan pengobatan secara medis, masyarakat harus menuju ke Pante Ceureumen, ibukota kecamatan guna mendapatkan akses kesehatan.
Sebab, selama ini mereka mengakui jarang dikunjungi oleh petugas kesehatan untuk melayani atau memeriksakan kesehatan warga.
"Kalau pun tenaga kesehatannya datang, satu bulan sekali saja. Itu pun kalau ada, jika tidak kami yang harus ke puskesmas di Pante Ceureumen," keluh Nurdin Kamal.
Mereka berharap pemerintah menempatkan petugas kesehatan di Sikundo, agar ketika ada warga yang sakit bisa segera mendapatkan pertolongan atau mendapatkan pengobatan.
"Kalau tak bisa menempati desa kami, satu minggu sekali juga boleh datang ke desa, Kami butuh juga pelayanan kesehatan," tegasnya.
Guna memudahkan masyarakat berobat, warga setempat juga sudah membangun satu unit Polindes yang bersumber dari dana desa pada tahun 2018.
Kondisi Sikundo yang jauh dari pusat kecamatan juga menyebabkan masyarakat di wilayah ini belum bisa menikmati sarana listrik dari PLN. Meski pihak PLN di Aceh Barat menargetkan kawasan ini terdapat aliran listrik pada bulan Juni 2019 mendatang, mereka berharap hal ini tidak menjadi harapan semata.
Mereka mengaku selama ini belum pernah menikmati sarana penerangan dari pemeritah sejak Indonesia merdeka.
Saat malam hari, sumber penerangan hanya megandalkan lampu teplok dengan satu sumbu saja. Bahan bakarnya bersumber dari minyak tanah yang dibeli di pusat kecamatan.
Mereka juga berharap akses jalan ke kawasan ini yang mulai dipenuhi longsor agar dapat segera diberbaiki. Sebab apabila tak segera mendapatkan penanganan, maka dikhawatirkan akses jalan masyarakat ke ibukota kecamatan akan putus total.
"Kami haus sentuhan pembangunan dari pemerintah, sebab sejak Indonesia merdeka, masyarakat di Sikundo belum menikmati indahnya kemerdekaan," ungkapnya dan beberapa warga setempat.
Sikundo, pedalaman Aceh Barat yang "haus" sentuhan tangan pemerintah (bagian 2)
Senin, 18 Februari 2019 7:31 WIB