Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Sebanyak 315 pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara, akan mendapatkan kartu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau kartu pencari suaka.
Kepala Imigrasi Lhokseumawe Akmal mengatakan Senin, pihaknya bersama instansi terkait sedang melakukan pengurusan agar para pegungsi Rohingya bisa mendapatkan kartu UNHCR dan mencari solusi lain tentang penangan para imigran gelap tersebut.
"Para pengungsi Rohingya ini rencanannya tidak dilakukan deportasi dan akan dilakukan pengurusan kartu UNHCR agar status mereka menjadi jelas," ujar Akmal.
Akmal menambahkan apabila sudah dikeluarkan kartu UNHCR maka apabila ada negara ketiga yang bersedia menampung mereka, maka bisa ditampung dan kalau memang tidak ada maka akan dibawa ketempat penampungan.
Menurutnya, kartu UNHCR tersebut diberikan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, misalkan tentang keamanan dinegara asal mereka, sehingga perlu diberikan perlindungan kepada pengungsi Rohingnya tersebut.
Sementara itu, staf UNHCR Endah mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan pendataan bagi setiap pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara. Pendataan tersebut bukan hanya perseorangan saja, tapi juga melakukan pendataan terhadaap keluarga-keluarga para imigran gelap tersebut.
"Dalam melakukan pendataan ini, kami juga bekerjasama dengan kantor Imigrasi Lhokseumawe dan International Organization for Migration (IOM)," ujar Endah.
Ia menambahkan, dalam melakukan pendataan pihaknya mendapatkan berbagai kendala, salah satunya mengenai pendataan keluarga karena pada saat mereka berangkat dari negaranya ada yang terpisah dari keluarga.
Mengenai pendataan, pihaknya tidak hanya melakukan pendataan bagi pengungsi Rohingya yang ada penampungan di Aceh Utara, tapi juga akan melakukan pendataan jejak keluarga yang masih tinggal di negara asalnya.
Saat ini ada 315 orang pencari suaka yang terdaftar kepada United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)," kata Endah.
Kepala Imigrasi Lhokseumawe Akmal mengatakan Senin, pihaknya bersama instansi terkait sedang melakukan pengurusan agar para pegungsi Rohingya bisa mendapatkan kartu UNHCR dan mencari solusi lain tentang penangan para imigran gelap tersebut.
"Para pengungsi Rohingya ini rencanannya tidak dilakukan deportasi dan akan dilakukan pengurusan kartu UNHCR agar status mereka menjadi jelas," ujar Akmal.
Akmal menambahkan apabila sudah dikeluarkan kartu UNHCR maka apabila ada negara ketiga yang bersedia menampung mereka, maka bisa ditampung dan kalau memang tidak ada maka akan dibawa ketempat penampungan.
Menurutnya, kartu UNHCR tersebut diberikan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, misalkan tentang keamanan dinegara asal mereka, sehingga perlu diberikan perlindungan kepada pengungsi Rohingnya tersebut.
Sementara itu, staf UNHCR Endah mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan pendataan bagi setiap pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara. Pendataan tersebut bukan hanya perseorangan saja, tapi juga melakukan pendataan terhadaap keluarga-keluarga para imigran gelap tersebut.
"Dalam melakukan pendataan ini, kami juga bekerjasama dengan kantor Imigrasi Lhokseumawe dan International Organization for Migration (IOM)," ujar Endah.
Ia menambahkan, dalam melakukan pendataan pihaknya mendapatkan berbagai kendala, salah satunya mengenai pendataan keluarga karena pada saat mereka berangkat dari negaranya ada yang terpisah dari keluarga.
Mengenai pendataan, pihaknya tidak hanya melakukan pendataan bagi pengungsi Rohingya yang ada penampungan di Aceh Utara, tapi juga akan melakukan pendataan jejak keluarga yang masih tinggal di negara asalnya.
Saat ini ada 315 orang pencari suaka yang terdaftar kepada United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)," kata Endah.