Banda Aceh (ANTARA) - Resiliensi UMKM ataupun usaha mikro di masa krisis tergolong tinggi. Peristiwa 1998 ataupun 2008 silam membuktikan bahwa UMKM mampu bertahan di tengah krisis global maupun nasional. UMKM menjadi juru selamat perekonomian nasional saat itu.
Saat ini, di tengah pandemi yang berujung pada krisis global, ketahanan UMKM dan usaha mikro kembali diuji. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada bulan Maret 2021, sebanyak 87,5 perse UMKM terdampak COVID-19.
Dampak kepada UMKM berupa penurunan performa bisnis baik dari sisi penjualan maupun cashflow. Dari sisi pembiayaan secara nasional, pada tahun 2020 posisi kredit untuk UMKM terkontraksi 1,8 persen (yoy) dengan kualitas kredit yang masih terjaga di angka 3,95 persen atau masih di bawah threshold.
Perkembangan Pembiayaan UMKM dan KUR di Aceh
Sebagai dampak pandemi COVID-19, pada akhir tahun 2020 pembiayaan UMKM di Aceh terkontraksi minus 13,49 persen (yoy) dan kualitas pembiayaan turun menjadi 5,68 persen atau berada di atas threshold (5 persen).
Selain itu, dari sisi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga terkontraksi minus 59,90 persen (yoy) di tahun 2020. Pada kuartal IV 2021, posisi pembiayaan UMKM dan KUR mulai mengalami perbaikan yang diindikasikan dengan adanya peningkatan posisi pembiayaan.
Sektor yang paling banyak menyerap penyaluran pembiayaan tersebut adalah sektor perdagangan besar dan eceran. Secara makro, meningkatnya penyaluran pembiayaan tersebut diperkirakan juga memberikan sumbangsih pada pertumbuhan PDRB Provinsi Aceh di lapangan usaha perdagangan yang mampu tumbuh positif pada level 5,80 persen (yoy) di triwulan III 2021.
Pada tahun 2021, secara total, plafond penyaluran KUR di Aceh sebesar Rp3,9 triliun. Penyaluran sampai dengan triwulan IV 2021 sudah mencapai Rp2,4 triliun atau telah tersalurkan sebesar 61,83 persen.
Penyaluran KUR menjadi angin segar bagi pelaku usaha kecil untuk bertahan ataupun untuk meningkatkan kapasitas usahanya setelah tertahan karena pandemi, sehingga menjadi penting untuk terus mendorong pembiayaan terutama untuk UMKM dan usaha mikro.
Kendati demikian, tantangan kualitas pembiayaan UMKM ataupun KUR yang relatif lebih berisiko (NPF yang lebih tinggi) perlu menjadi perhatian dunia usaha terutama bagi pemerintah dan perbankan untuk memberikan program tambahan seperti pendampingan ataupun pelatihan kepada penerima pembiayaan tersebut.
Program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)
Selain pembiayaan UMKM dan KUR, terdapat juga beberapa program untuk mendorong UMKM yaitu program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Program ini berbentuk bantuan kepada pelaku usaha mikro yang terdampak COVID-19 di tahun 2021 dengan jumlah bantuan sebesar Rp1,2 juta per pelaku UMKM.
Berbagai program yang menyasar UMKM seperti ini memiliki peluang untuk diintegrasikan seperti menindaklanjuti penerima bantuan BPUM untuk dapat mengakses program KUR sehingga penyaluran pembiayaan kepada UMKM akan lebih masif dengan risiko yang lebih terukur yang pada gilirannya diharapkan bisa mendorong pemulihan ekonomi.
Implementasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS) yang mewajibkan kepada seluruh lembaga keuangan di Aceh melakukan konversi dari sistem konvensional menjadi syariah hingga batas akhir 4 Januari 2022 diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Aceh, terlebih dalam hal porsi pembiayaan dari industri perbankan syariah.
Dalam qanun tersebut diatur rasio pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) minimal 30 persen paling lambat tahun 2020 dan 40 persen pada tahun 2022.
Adapun penetapan rasio tersebut bertujuan untuk memacu pembangunan perekonomian masyarakat Aceh, terutama UMKM. Pemerintah Aceh berharap kepada pelaku UMKM agar dapat memanfaatkan regulasi ini untuk mendorong perekonomian masyarakat Aceh melalui pembiayaan di sektor UMKM.
Berdasarkan data posisi pembiayaan menurut lokasi bank (LokBank) keseluruhan tahun 2021, ada lima bank yang telah menyalurkan kredit UMKM lebih dari 30 persen total kredit yang disalurkan.
Bank Syariah Indonesia (BSI) mampu menyalurkan 45,99 persen pembiayaan nya ke UMKM. Diharapkan pada 2022, perbankan dapat memenuhi ketentuan pembiayaan minimum ke UMKM sebesar 40 persen.
Upaya Mendorong UMKM Mendapatkan Akses Perbankan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh secara intensif melakukan program pendampingan kepada UMKM.
Beberapa program dari BI Aceh diantaranya adalah pendampingan UMKM komoditas pengendalian inflasi, perbaikan CAD/Ekspor,Local Economic Development (LED) serta Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI).
Kegiatan pendampingan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM baik dari sisi teknis maupun non teknis. Dengan dilakukannya pendampingan diharapkan para UMKM dapat naik level dari UMKM potensial menuju UMKM Digital hingga UMKM dengan potensi ekspor.
Pendampingan UMKM difokuskan kepada produk-produk unggulan sesuai dengan kajian komoditas/produk/jenis usaha unggulan (KPJU) masing-masing daerah. Produk komoditas unggulan tersebut adalah kopi, kakao, perikanan, tanaman pangan dan juga desa wisata.
Permasalahan umum yang kerap ditemui dalam pengembangan UMKM adalah minimnya kapasitas modal dan akses kepada pembiayaan bagi UMKM. Masalah tersebut muncul seringkali karena tidak adanya jaminan dan minimnya pencatatan keuangan pada UMKM.
Dalam hal ini dan sebagai upaya peningkatan kapasitas keuangan, Bank Indonesia melakukan sosialisasi pemanfaatan aplikasi SIAPIK (Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan).
Dengan aplikasi SIAPIK akan memudahkan pelaku UMKM dalam menyusun laporan keuangan dan sebagai referensi bank dalam menganalisis kelayakan pembiayaan UMKM.
Selain itu, untuk lebih mendorong UMKM mendapatkan akses keuangan, Bank Indonesia berupaya mempertemukan UMKM binaan dengan perbankan dan melaksanakan business matching pembiayaan.
Dengan kegiatan ini diharapkan dapat membantu permasalahan permodalan bagi UMKM sehingga UMKM dapat naik level, dan membantu perbankan dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif.
Sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan permodalan UMKM, dapat dilakukan program kemitraan antara UMKM dengan pelaku usaha korporasi sebagai bagian dari sistem supply chain.
Korporasi dapat bertindak sebagai offtaker, penjamin pembiayaan, dan memberikan pembinaan kepada UMKM. Dengan model bisnis seperti itu, pelaku usaha korporasi maupun UMKM akan mampu secara efisien menghasilkan produk akhir secara keseluruhan.
Pentingnya Kolaborasi dan Sinergi
Untuk mendorong pembiayaan kepada UMKM, perlu kolaborasi lintas lembaga/instansi. Mulai dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, perbankan syariah, dan Pemerintah Aceh di level provinsi maupun kabupaten/kota.
Serta, partisipasi aktif pelaku usaha/korporasi/lembaga yang concern dengan pemberdayaan UMKM mutlak dibutuhkan untuk bersama-sama bersinergi mewujudkan pembiayaan yang berkualitas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Penulis Achris Sarwani, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh