Banda Aceh (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh menyatakan tidak semua warga etnis Rohingya yang mendarat di Provinsi Aceh merupakan pengungsi, melainkan ada dugaan tindak pidana penyeludupan orang (people smuggling) dalam pendaratan itu.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, Senin, mengatakan salah satunya yakni pendaratan 137 orang warga etnis Rohingya di Pantai Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar pada Minggu (10/12) lalu. Polisi mendapati tidak semuanya mereka mempunyai kartu pengungsi dari UNHCR.
"Dari 137 Rohingya, bahwa yang terdampar beberapa waktu yang lalu itu, enggak semuanya pengungsi yang (dari) kamp Cox's Bazar," kata Kombes Pol Fahmi saat jumpa pers kasus penyeludupan manusia di Banda Aceh.
Baca juga: Polisi tetapkan warga Rohingya di BMA sebagai tersangka penyeludupan orang, begini peranan pelaku
Ia menjelaskan, dari penelusuran polisi, dalam rombongan sebanyak 137 orang Rohingya itu, terdapat dua orang di antaranya diketahui berkewarganegaraan Bangladesh, selebihnya warga negara Myanmar.
Kata dia, mereka tersebut berangkat dari Cox's Bazar Bangladesh bukan untuk mengungsi atau menyelamatkan diri, tetapi untuk mencari pekerjaan yang layak sebagai upaya memperbaiki hidup.
"Dari pemeriksaan saksi-saksi (warga Rohingya) yang kita tanyakan, bahwa mereka datang ke negara tujuan dalam rangka memperbaiki hidupnya, untuk mencari pekerjaan," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, dari 137 warga Rohingya yang mendarat tersebut, ada beberapa orang di antaranya juga dibiayai oleh orang tua atau keluarganya. Namun, orang tua dan keluarganya tersebut masih berada di camp pengungsian Cox's Bazar.
"Jadi artinya bisa kita simpulkan untuk sementara ini, bahwa mereka bukan dalam keadaan darurat, dari negara asal menuju Indonesia. Mereka punya tujuan yaitu mendapat kehidupan lebih baik dengan cara mencari pekerjaan di negara tujuan," ujarnya.
Di samping itu, menurut Kapolres, hasil pendalaman yang dilakukan Polresta Banda Aceh pada saat awal-awal warga etnis Rohingya mendarat di Aceh, polisi mendapati bahwa Aceh atau Indonesia sebagai daerah persinggahan atau transit bagi mereka, yang tujuan akhirnya ialah Malaysia.
"Tapi akhir-akhir ini dari wawancara yang kita lakukan, eliciting yang kita lakukan, sekarang Indonesia itu menjadi negara tujuan untuk mendapatkan pekerjaan penghidupan yang lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Imigran Rohingya bayar Rp66 juta untuk naik kapal ke Indonesia, tujuan ke Malaysia
Di sisi lain, Polresta Banda Aceh juga telah menetapkan seorang warga etnis Rohingya atas nama Muhammed Amin (MA) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penyeludupan manusia ke Indonesia.
MA diduga terlibat dalam penyelundupan sebanyak 137 orang Rohingya termasuk dirinya, yang mendarat di Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, pada Minggu (10/12). Kini, para etnis Rohingya itu masih berada di parkiran bawah tanah Balai Meseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh.
"Tersangka berinisial MA, umur 35 tahun asal Myanmar. Yang bersangkutan adalah pengungsi Camp 1 Blok H-88 Kutupalum, lokasi Penampungan Etnis Rohingya di Cox's Bazar Bangladesh," kata Fahmi.
Kata dia, penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara gabungan oleh Sat Reskrim Polesta Banda Acch, Sat Intelkam Polresta Banda Aceh dan Dit Reskrimum Polda Aceh. Tersangka dijerat dengan Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Ancaman hukuman paling lama 15 tahun (kurungan penjara)," ujarnya.
Polisi tetapkan satu tersangka penyelundup warga Rohingya ke Aceh
Baca juga: Jejak Amin di Aceh sebelum jadi tersangka penyeludupan Rohingya
Baca juga: Jokowi: Indonesia bawa isu Rohingya untuk dibicarakan dalam KTT ASEAN-Jepang