Banda Aceh (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan optimis pengembangan industri kelapa sawit di Provinsi Aceh akan berkembang pesat, karena letaknya strategis bagi alternatif baru jalur ekspor komoditas tersebut.
"Secara geografis, Aceh berdekatan dengan India dan Pakistan. Kedua negara masuk dalam negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia," katanya dalam Kuliah umum bertajuk “Akselerasi Inovasi dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit Indonesia” di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Kamis (5/12).
Baca juga: Produksi CPO Aceh Barat naik 172.842 ton per tahun
“Dengan pengembangan fasilitas berupa infrastruktur, pelabuhan, listrik, gas dan juga kapasitas produksi kelapa sawit yang besar, saya yakin Aceh bisa memproduksi industri hilir kelapa sawit sekaligus menjadi jalur ekspor Indonesia ke India dan Pakistan,” kata Joko.
Data Badan Pusat Stratistik (BPS) menyebutkan, tahun 2018 jumlah ekpor minyak sawit Indonesia ke India mencapai angka 6,7 juta ton. Angka tersebut secara global menjadikan India sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar.
Baca juga: Aceh Barat remajakan 1.300 hektare kebun kelapa sawit senilai Rp32,5 M
Sedangkan ekspor ke Pakistan tahun 2018 mencapai 2,5 juta ton. Meskipun demikian jumlah ekspor ke Pakistan optimis akan terus bertambah seiring dengan dilakukannya kesepakatan-kesepakatan perdagangan antara kedua negara.
Lebih lanjut, Joko menekankan peran sawit Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia akan menjadi alternatif paling sustainable untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati masyarakat dunia.
Produktifitas minyak kelapa sawit merupakan yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya.
Mengutip data dari _International Union for Conservation Nature (IUCN), untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati, rapeseed memerlukan 1,25 hektare lahan, bunga matahari memerlukan 1,42 hektare lahan dan kedelai 2 hektare lahan, sedangkan sawit hanya memerlukan 0,26 hektare.
“Jika kebutuhan dunia terus bertambah sedangkan produksi kelapa sawit stagnan maka yang akan terjadi ialah dunia akan melakukan deforestasi yang jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni dengan ekspansi perkebunan kedelai maupun rapeseed," tegas Joko.
Hal senada diungkapkan Wakil Rektor Universitas Syiahkuala, Profesor Marwan saat membuka acara. Marwan menilai, sawit telah menjadi bagian penting bagi Aceh.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya perkebunan kelapa sawit dan telah memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat Aceh.
Ia berharap, pembangunan infrastruktur segera dilakukan agar Aceh bisa mengembangkan industri hilir kelapa sawit.