Banda Aceh (ANTARA) - Lembaga kemanusiaan nirlaba Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengaku, tetap mengirimkan bantuan bagi pengungsi terutama saat musim dingin sedang berlangsung di tengah konflik yang berkepanjangan terjadi di Suriah.
"Dari total 11,8 juta jiwa pengungsi itu, ada 2,6 juta itu anak-anak. Jadi kita bisa bayangkan 9 tahun konflik, maka korban paling menyedihkan tentu saja anak-anak. Dari 2,6 juta jiwa, 1,1 juta adalah anak yatim," terang Direktur Global Humanity Response ACT, Bambang Triyini dalam siaran pers diterima di Banda Aceh, Selasa.
Ia mengatakan, para pengungsi di Suriah ini tinggal dalam kondisi yang seadanya. Sekitar 300 ribu pengungsi merupakan pendatang baru dengan sebagian ditampung oleh pengungsi lain.
Sedangkan sebagian pengungsi lainnya dalam kondisi menerima bantuan tenda yang tidak cukup layak untuk bisa ditinggali.
"Ditambah Januari ini ada serangan lagi. Jadi hampir 50 ribu orang lari lagi ke wilayah utara," kata Bambang.
Salah satu aktor Indonesia yang ikut bersama tim ACT ke Suriah, yakni Fauzi Baadila sempat merasakan bermalam bersama para pengungsi di sebuah tenda cuma terbuat dari terpal.
Tenda yang memiliki dinding tipis, tentunya selain suhu udara dingin menusuk hingga tulang, dan suara tembakan dari senjata api kerap terdengar.
"Itu yang namanya tenda tipis sekali, jadi pernah saya mau tidur tiba-tiba ada suara 'dem dem dem duar'. Saya langsung duduk dan berdoa, karena takut nyasar. Itu benar-benar menyayat hati saya. Melihat rumah-rumah yang sudah bolong dindingnya akibat terkena serangan rudal dan kaca yang sudah pecah," kata Fauzi.
Tim GHR ACT, Firdaus Guritno yang beberapa hari lalu berada di Suriah membenarkan, bahwa pengungsi saat ini dalam kondisi yang sulit, mengingat kondisi Suriah kini sedang memasuki musim dingin.
"Mereka yang tinggal di kamp pengungsian, selain masih menghadapi serangan juga menghadapi musim dingin. Suhunya mencapai 3-5 derajat celsius, khususnya di malam hari yang tentunya sangat dingin untuk wilayah Idlib dan sekitarnya," ujar Firdaus.
Ia mengaku, ketika berada di kamp pengungsian Suriah sedang memberikan bantuan pangan. Tak jarang, ia mendengar, para pengungsi menjabarkan bahwa musim dingin membuat tenda-tenda mereka dalam keadaan basah karena hujan.
"Keadaannya sangat menyedihkan karena becek, bahkan ada beberapa yang harus dievakuasi karena tenda tersebut terkena air. Tentunya karena kondisi geografis Idlib sendiri, apabila terkena hujan akan susah sekali kering. Bisa dua sampai tiga hari, apalagi sekarang musim penghujan. Sanitasi sangat-sangat buruk karena banyak sekali kamp-kamp pengungsian yang belum memiliki toilet. Jangankan toilet pribadi, toilet umum juga mereka belum memiliki," terang Firdaus.
Sejak tahun 2012 hingga kini ACT terus mendistribusikan bantuan untuk masyarakat Suriah. Bantuan diberikan melalui sejumlah program kemanusiaan yang berkelanjutan di bidang pangan, sandang, layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya.
Adapun sejumlah program yang disiapkan untuk merespon kondisi krisis musim dingin, yakni 1.000 paket pangan, 2.000 paket roti, peralatan musim dingin terdiri dari pakaian hangat, selimut, bantal, kasur, dan bahan bakar, emergency house seluas 24 meter per segi, dan 10 unit bus yang bersiaga untuk memobilisasi eksodus penduduk jika terjadi serangan.
Selain itu, ACT akan terus melanjutkan program-program yang sebelumnya sudah diimplementasikan untuk Suriah. Di antaranya apartemen di Idlib yang sudah menampung sekitar 25 kepala keluarga, lalu Indonesia Humanitarian Center (IHC) yang akan terus dimasifkan untuk memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, dan melanjutkan pemberian bantuan pangan dan bantuan musim dingin melalui www.indonesiadermawan.id/LetsHelpSyria.