Yerevan/Baku (ANTARA) - Armenia, Azerbaijan, dan Rusia mengatakan mereka telah menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri konflik militer di wilayah Nagorno-Karabakh, setelah lebih dari sebulan terjadi pertumpahan darah.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan adalah pihak yang pertama kali mengumumkan penandatanganan itu melalui media sosial pada Selasa dini hari.
Setelah itu, Kremlin --kantor kepresidenan Rusia-- dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengeluarkan pengumuman serupa.
"Pernyataan trilateral yang ditandatangani akan menjadi poin (penting) dalam penyelesaian konflik," kata Aliyev dalam pertemuan daring, yang disiarkan televisi, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Putin mengatakan pasukan penjaga perdamaian Rusia akan dikerahkan di sepanjang garis depan di Nagorno-Karabakh serta di koridor antara wilayah tersebut dan Armenia.
"Keputusan itu dibuat berdasarkan analisis mendalam menyangkut situasi pertempuran dan dalam diskusi dengan para ahli terbaik di lapangan," kata Perdana Menteri Pashinyan.
"Ini bukan kemenangan tapi tidak ada kekalahan sampai Anda menganggap diri Anda kalah. Kami tidak akan pernah menganggap diri kami kalah dan ini akan menjadi awal baru dari era persatuan dan kelahiran kembali nasional kami."
Arayik Harutyunyan, pemimpin wilayah Nagorno-Karabakh, mengatakan di Facebook bahwa ia sepakat "untuk mengakhiri perang secepat mungkin".
Deklarasi tersebut dibuat menyusul enam minggu pertempuran sengit serta pergerakan militer oleh pasukan Azerbaijan.
Pemerintah Azerbaijan di Ibu Kota Baku menyatakan pada Senin (9/11) bahwa pihaknya telah merebut kendali di puluhan permukiman lagi di Nagorno-Karabakh.
Pernyataan itu dikeluarkan sehari setelah Baku mengumumkan kemenangan dalam pertempuran untuk memperebutkan kota terbesar kedua di daerah kantong itu.
Pertempuran telah menimbulkan kekhawatiran akan perang regional yang lebih luas. Turki mendukung sekutunya, Azerbaijan, sementara Rusia memiliki pakta pertahanan dengan Armenia dan pangkalan militer di negara itu.
Azerbaijan mengatakan pihaknya sejak 27 September telah merebut kembali sebagian besar daerah di dan sekitar Nagorno-Karabakh yang hilang dalam perang 1991-94.
Perang pada 1990-an itu menewaskan sekitar 30.000 orang dan memaksa lebih banyak lainnya untuk mengungsi.
Armenia membantah pernyataan bahwa Azerbaijan telah merebut banyak daerah.
Beberapa ribu orang dikhawatirkan tewas dalam gejolak konflik tersebut. Dalam enam pekan belakangan ini, tiga gencatan senjata gagal diterapkan.
Sementara itu, persenjataan unggul Azerbaijan serta perolehan kemenangan di medan perang telah menjadi faktor yang mengurangi kesediaannya untuk mengupayakan kesepakatan perdamaian yang langgeng.
Sumber: Reuters