Jakarta (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai peluncuran Pandemic Fund (dana penanganan pandemi) dalam Presidensi G20 Indonesia merupakan upaya strategis menutup ketimpangan pendanaan kesehatan global.
"Inisiatif ini merupakan upaya strategis menutup ketimpangan pembiayaan pendanaan global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi," ujar Founder and CEO CISDI, Diah S Saminarsih di Nusa Dua, Bali, Senin.
Dalam Media Luncheon Global Health G20 Presidency: Time for New Approaches itu, Diah menambahkan, melalui Presidensi G20, Indonesia memiliki kapasitas menyuarakan kepentingan negara berpenghasilan rendah dan rendah-menengah untuk mendapatkan manfaat lebih melalui Pandemic Fund ini.
Saat ini, ia menyampaikan, pendanaan Pandemic Fund baru terkumpul sebesar 1,4 miliar dolar AS atau hanya 10 persen dari keseluruhan target yang dicanangkan.
Kendati demikian, kepemimpinan Indonesia dalam Presidensi G20 khususnya untuk bidang kesehatan patut mendapat apresiasi.
"Diluncurkannya Pandemic Fund adalah bukti leadership Indonesia dalam sebuah inisiatif global," tuturnya.
Ia menambahkan, komitmen Indonesia untuk menempatkan dana sebesar 50 juta dolar AS (sekitar Rp740 miliar) dalam Pandemic Fund adalah bukti konkret atas kepemimpinan ini.
Dalam kesempatan itu, Diah juga mengatakan, sebagai organisasi masyarakat sipil, CISDI menilai masih banyak PR bersama yang harus
dilanjutkan, disempurnakan, dan diselesaikan oleh G20 maupun inisiatif global lainnya agar desain arsitektur kesehatan global lebih mampu menjamin ketahanan kesehatan bagi semua, bisa terjadi dan tercapai.
Ia memberikan catatan, pertama adalah peran publik dan masyarakat sipil krusial dan dibutuhkan untuk memastikan pengawasan terhadap penggunaan Pandemic Fund agar dapat berjalan baik dan transparan.
Kedua, fokuskan pembiayaan kesehatan pada pembangunan dan peningkatan kapasitas serta resiliensi sistem kesehatan.
Dan ketiga, menggunakan kepemimpinan G20 sebagai enabler untuk mengatasi beban penyakit yang ada (existing disease burden) dan permasalahan akses terhadap obat, vaksin dan alat kesehatan terkait pandemi sebagai barang publik di tingkat global.