Meulaboh (ANTARA Aceh) - Masyarakat dan petani di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh dalam dua pekan terakhir malas untuk menderes pohon karetnya, karena kondisi cuaca yang hujan terus menerus mengguyur wilayah itu.
M Zaini (52) tokoh masyarakat Gampong Baroe, Kecamatan Panton Reu, di Meulaboh, Kamis, mengatakan, harga jual karet basah (50 persen bersih) pada pekan ini Rp7.000/Kg, meski mengalami kenaikan Rp1.000/Kg belum membuat petani bergairah.
"Harga beli Rp7.000 itu sudah habis nego dengan penampung lokal yang sudah membutuhkan barang, kalau produksi petani banyak harga pembelian Rp6.000/Kg. Dalam beberapa pekan ini petani malas menderes karena kondisi hujan," sebutnya.
Selama kawasan itu dilanda curah hujan, bukan hanya dirinya, tapi para petani yang menderes karet di kebun miliknyapun tidak bekerja, biasanya mereka mampu mengeluarkan 10 Kg/hari dalam area 1 hektare kebun karet di kawasan pegunungan.
Zaini menyampaikan, apabila cuaca mendukung maka dari kebunnya bisa dikeluarkan getah karet 200-250 kilogram per minggu yang dapat dikumpulkan dan kemudian datang agen pengumpul membelinya dengan harga yang fluktuasi.
Selama pengaruh curah hujan dan jatuhnya harga karet basah tersebut, sebagian masyarakat petani beralih profesi menjadi kuli bangunan, terutama sebagai buruh untuk proyek pembangunan jaringan Irigasi Lhok Guci di desa mereka.
"Menjadi buruh bangunan di proyek irigasi bisa dapat Rp70.000 per hari, sementara kalau menderes hasilnya bagi dua lagi dengan pemilik kebun. Kalaupun harganya Rp7.000, paling hanya dapat uang Rp25.000 per hari," sebut M Zaini yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Gampong Baroe itu.
Para petani di kawasan setempat berharap adanya upaya stabilisasi harga dengan lebih memihak kepada petani, salah satu cara yang diusulkan mereka adalah harus ada investor yang membangun industri pengolah bahan baku karet mentah.
Zamhuri, salah seorang warga desa setempat menambahkan, penjelasan dari para agen lokal yang datang membeli, harga karet saat ini telah jatuh, harga tampung karet petani dari Aceh di pasar Medan Sumatera Utara pada posisi harga Rp15.000/Kg.
Menurut dia, para petani hanya mengetahui akses informasi harga pasar sejauh itu, apalagi untuk jual beli getah karet selama ini dengan mata rantai penjualan cukup panjang, mulai dari agen pengumpul lokal hingga agen tingkat kabupaten.
"Kalau kami, mengolah lagi karet yang sudah dideres tidak langsung dijual, direndam dulu dalam kolam air sambil terkumpul minimal sampai 200 kilogram baru dijual," kata Zamhuri yang merupakan anak dari Sekdes Gampong Baroe.
Dengan cara penjualan demikian, para petani tidak begitu terasa dengan rendahnya harga karet, namun apabila harga karet bisa bertahan Rp10.000 maka setiap hari mereka menderes kemudian lansung dijual walaupun hanya 10-20 Kg/hari.