Jakarta (ANTARA) - Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional Bidang Farmasi Mufti Djusnir mengingatkan salah satu dampak buruk penyalahgunaan ganja adalah bisa mematikan sel otak dan kondisi itu tak bisa dikembalikan seperti sedia kala.
Salah satu zat dalam ganja dan jumlahnya dominan yakni delta-9 tetrahydrocannabinol atau THC yang bertanggung jawab pada kematian sel otak.
"(Ganja) tidak membuat mati. THC sangat pengaruhi otak. Kumpulan oksigen di otak kecil akan diikat THC, semacam ikatan kuat. Kalau sudah mengeras tidak bisa lagi dikembalikan karena posisi di dalam otak," kata Mufti saat dihubungi ANTARA, Senin.
Baca: USK-YSN jalin kerja sama penelitian ganja medis
Apabila 70 persen sel otak sudah terpapar THC, maka hanya 30 persen yang masih digunakan untuk melakukan fungsinya. Literatur tak menyebutkan berapa lama proses seseorang sejak terpapar ganja hingga sel otaknya mati, namun, biasanya dia akan memperlihatkan ciri-ciri khusus.
"Tidak disebutkan berapa lama proses terpaparnya itu sampai menjadi endapan, tetapi, biasanya orang sudah menunjukkan ciri-cirinya agak tulalit (lamban berpikir) itu biasanya agak parah, sudah lebih dari 50 persen," ujar Mufti.
Apabila otak orang dengan riwayat penyalahgunaan atau pernah terpapar ganja dipindai, maka biasanya terlihat bagian hitam yang menandakan sel otak yang mati.
Selain THC, ganja juga mengandung senyawa bernama cannabidiol atau CBD yang bermanfaat untuk pengobatan epilepsi pada anak-anak. Namun, karena jumlah CBD di dalam ganja hanya sekitar 1 - 2 persen saja, maka dibutuhkan rekayasa genetika untuk mendapatkan jumlah CBD lebih banyak ketimbang THC di dalam tanaman ganja.
"Karena yang dominan dalam ganja adalah THC sedangkan CBD hanya sedikit sekitar 1 - 2 persen di dalam tanaman ganja, sehingga untuk diambil harus direkayasa genetik dulu supaya bisa menghasilkan CBD dengan kadar besar ketimbang THC," Mufti menjelaskan.
Baca: BNNK Banda Aceh rehabilitasi enam korban narkoba
Ganja menurut data dari Indonesia Drugs Report 2022 menjadi jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia dengan persentase 41,4 persen, diikuti sabu 25,7 persen, nipam 11,8 persen dan dextro 6,4 persen. Menurut Mufti, peringkat itu masih sama pada tahun 2023.
Mufti, bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2023, mengajak masyarakat aktif melindungi orang-orang di sekitarnya dari narkoba termasuk ganja.
"Sedini mungkin lindungi orang-orang yang kita cintai dari segala bentuk pengaruh narkoba. Mudah-mudahan dengan mencintai mereka semua, kita sadar mengingatkan, mengawal mereka, mereka akan selamat menjadi generasi yang hebat, kuat untuk Indonesia ke depan," kata dia.
Tahun ini, HANI mengusung tema “People first: stop stigma and discrimination, strengthen prevention”, sedangkan tema nasional HANI yakni “Akselerasi War On Drugs Menuju Indonesia Bersinar (Bersih dari Narkoba)”.
Peringatan HANI dilakukan sebagai bentuk keprihatinan dunia terhadap korban penyalahgunaan narkotika sekaligus wujud perlawanan terhadap salah satu kejahatan luar biasa yang menjadi tantangan negara-negara di seluruh dunia. Peringatan HANI juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan masalah utama yang ditimbulkan oleh narkotika, yaitu loss generation.
Baca: BNNP: Perlu penguatan kerja sama antarnegara untuk berantas narkoba
Pakar farmasi BNN ingatkan ganja bisa mematikan sel otak
Senin, 26 Juni 2023 16:11 WIB