Banda Aceh (ANTARA) - Produsen tahu di Kota Banda Aceh memperkecil ukuran tahu untuk menyiasati agar omzet penjualannya tidak menurun drastis akibat harga kedelai yang saat ini masih cukup tinggi.
"Untuk mengakali agar tidak terlalu banyak kerugian tanpa perlu menaikkan harga, kami perkecil ukurannya," kata Pemilik Pabrik Tahu Solo di Banda Aceh, Sugeng, di Banda Aceh, Sabtu.
Sugeng menyampaikan, sampai dengan hari ini harga kedelai masih tinggi dan terus naik per Agustus 2023 yaitu Rp650 ribu per sak (50 kg) dari sebelumnya Rp550 per sak.
Karena itu, untuk mengakali supaya tidak menaikkan harga tahu nya, maka ia lebih memilih memperkecil ukuran produk nya.
Dirinya menjelaskan, sebelumnya sak kedelai (50 kg) dibagi menjadi enam masakan (timba). Setiap masakan berisi 8 kg kedelai. Tetapi, saat ini jumlahnya dikurangi menjadi tujuh masakan sehingga hanya berisi sekitar 7 kg kedelai per masakan.
"Dari yang satu sak (50 kg) bisa untuk enam masakan, sekarang menjadi tujuh masakan. Karena masing-masing masakan sudah berkurang 1 kg kedelai, jadinya tidak setebal tahu yang sebelumnya," ujarnya.
Kata dia, kedelai untuk usahanya didapatkan dari Medan, kemudian produksi tahu di pasarkan ke market-market tradisional di Banda Aceh dan Aceh Besar.
"Tahu kita pasarkan ke pasar tradisional di Banda Aceh dan sekitarnya seperti Pasar Keutapang, Pasar Lambaro, Pasar Montasik, serta lainnya," kata Sugeng.
Sementara itu, Pengrajin tahu di Banda Aceh lainnya, Iqbal menyampaikan bahwa mereka tidak hanya memperkecil ukuran, tetapi juga menaikkan harga sebesar Rp5 ribu per papan agar tidak merugi.
"Kami naikkan Rp45 ribu dari sebelumnya Rp40 ribu per papan," kata Iqbal.
Namun, akibat menaikkan harga, produksi tahu mereka menurun karena sepi pembeli. Biasanya sebanyak 90 ember per hari, sekarang turun sekitar 80 hingga 70 ember per hari.
"Akhirnya omzet juga turun dari biasanya bisa dapat Rp12 juta per hari, saat ini hanya Rp9 sampai Rp10 juta per hari," demikian Iqbal.
Baca juga: Penuhi panggilan KPK, Dahlan Iskan mengaku tak banyak tahu soal proyek LNG Pertamina