Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, mendamaikan perkara penganiayaan berdasarkan keadilan restoratif, sehingga kasus tersebut tidak diselesaikan pada persidangan di pengadilan.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Rabu, mengatakan perdamaian tersebut berlangsung di Balai Restorative Justice Gampong Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
"Para pihak yang berdamai tersebut berinisial R dan H. Status keduanya sama-sama tersangka dalam perkara penganiayaan. Keduanya sama-sama membuat laporan kepolisian," kata Munawal Hadi.
Ia menyebutkan proses perdamaian para pihak dalam perkara penganiayaan tersebut turut disaksikan keluarga kedua, perangkat gampong atau desa serta pihak terkait lainnya.
"Dalam proses perdamaian tersebut, kedua pihak saling bermaafan yang disaksikan keluarga dan aparat desa. Keduanya juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya," kata Munawal Hadi menyebutkan.
Munawal Hadi menjelaskan penganiayaan terjadi di Desa Bireuen Meunasah Blang, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, pada 21 Oktober 2024. Pada saat itu, H pulang dari pasar dengan mengendarai sepeda motor.
Saat mengendarai sepeda motor, H berhenti sejenak karena ada orang menyeberang jalan. Namun, tiba-tiba R yang mengendarai becak motor menabrak H hingga terpental ke parit.
Selanjutnya, H bangun dari parit dan menampar R. Kemudian, R membalas dengan memukul kepala H berulang kali menggunakan tangan. Selain itu, R juga memukul H menggunakan helm, sehingga menyebabkan luka di kepala.
"Keduanya membuat laporan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) dengan ancaman paling lama dua tahun delapan bulan penjara," katanya.
Munawal Hadi menyebutkan perdamaian merupakan syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif. Berdasarkan berita acara perdamaian, Kejari Bireuen meneruskannya ke Kejaksaan Tinggi Aceh guna mendapatkan persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk penghentian perkara.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, di mana penyelesaian sebuah perkara dimusyawarahkan kedua pihak yang disaksikan tokoh masyarakat," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Hakim selesaikan perkara penipuan di Banda Aceh berdasarkan keadilan restoratif