Redelong (Antaranews Aceh) - Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, mulai mengupayakan legitimasi monumen Radio Rimba Raya agar mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Pusat sebagai salah satu monumen bersejarah di Tanah Air.
Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Bener Meriah, Irmansyah kepada wartawan di Redelong, Jumat menuturkan, pihaknya hingga saat ini terus melakukan langkah-langkah dalam upaya mendapatkan legitimasi tersebut.
Diantaranya, kata Irmansyah, pihaknya pada Rabu (4/7) telah menggelar kegiatan bertajuk "Mengenang Perjuangan Radio Rimba Raya" yang dipusatkan di komplek monumen Radio Rimba Raya di Kampung Rimba Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah.
Kegiatan tersebut turut mengundang Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, walau akhirnya Menhan batal hadir namun tetap diwakili oleh utusan kementerian.
"Tujuannya untuk menggaungkan peran dan fungsi Radio Rimba Raya dalam mempertahankan Kemerdekaan RI di saat terjadinya agresi militer Belanda ke-2 tahun pada 1948-1949," tutur Irmansyah.
Selain ditujukan untuk menjadi bukti sejarah, kata Irmansyah, monumen Radio Rimba Raya juga diharapkan dapat menjadi sarana edukasi bagi generasi bangsa kedepannya, untuk mengetahui hal-hal terkait peran perjuangan Radio Rimba Raya.
Lanjutnya dalam upaya memperoleh legitimasi, pihaknya juga mewacanakan kemungkinan peresmian monumen Radio Rimba Raya oleh Presiden Joko Widodo pada serangkaian kegiatan Gayo Alas Mountain Internasional Festival (GAMIFest) yang dijadwalkan berlangsung pada Agustus mendatang di Dataran Tinggi Gayo.
"Dengan momentum GAMIFest kita upayakan bagaimana Presiden RI bisa meresmikan Tugu Rimba Raya menjadi salah satu monumen bersejarah dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di saat agresi militer Belanda II," tutur Irmansyah.
Dijelaskan bahwa Radio Rimba Raya pernah mengudara di belantara hutan dalam wilayah Kabupaten Bener Meriah pada masa lalu sebagai media siaran yang gencar menyuarakan perjuangan rakyat Indonesia.
"Dari koordinat Radio Rimba Raya inilah pejuang kita ketika itu mampu mematahkan kebohongan Belanda yang mengatakan bahwa Indonesia sudah takluk. Tanpa radio ini belum tentu republik ini ada seperti yang kita rasakan saat ini," ujarnya.
Lanjutnya, peran Radio Rimba Raya di masa lalu juga sebagai sarana diplomasi dalam menyampaikan informasi kepada perwakilan RI di luar negeri.
Radio ini, kata Irmansyah, tercatat sebagai satu-satunya media siaran di Tanah Air saat itu yang tidak mampu dilumpuhkan oleh serdadu penjajah, hingga akhirnya melalui siaran yang dipancarkan ke sejumlah negara mempergunakan tujuh bahasa mengabarkan bahwa Indonesia masih ada.
Lengkapnya seperti yang tercatat oleh sejarah, Radio Rimba Raya saat itu menyiarkan pernyataan yakni "Republik Indonesia masih ada, pemimpin republik masih ada, tentara republik masih ada, pemerintahan republik masih ada, wilayah republik masih ada, dan di sini adalah Aceh".
Dampak dari siaran tersebut disebut sangatlah krusial, yakni untuk mematahkan propaganda Belanda di mata dunia yang saat itu menyatakan bahwa republik telah takluk.
"Dengan adanya berita Radio Rimba Raya akhirnya PBB mendesak Belanda untuk melakukan perundingan yang sekarang kita kenal sebagai Konfrensi Meja Bundar di Denhag Belanda sampai munculnya pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda," sebutnya.