Jakarta (Antaranews Aceh) - Bupati Bener Meriah Ahmadi didakwa menyuap Gubernur Aceh 2017-2022 Irwandi Yusuf sebesar Rp1,05 miliar agar mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh untuk menyetujui rekanan yang diusulkan Ahmadi mendapat program yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Bener Meriah.
"Terdakwa Ahmadi selaku Bupati Bener Meriah 2017-2022 memberi uang secara bertahap yaitu Rp120 juta, Rp430 juta dan Rp500 juta sehingga seluruhnya berjumlah Rp1,05 miliar kepada Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh melalui Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ali Fikri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
DOKA Aceh tahun anggaran (TA) 2018 adalah sebesar 2 persen dana alokasi umum nasional yaitu Rp8,029 triliun, dan tahap pertama DOKA dikucurkan Rp2,408 triliun. Untuk kabupaten Bener Meriah mendapat porsi DOKA sebesar Rp108,724 miliar yang dalam pelaksaannya sejak 2018 hanya berhak menyampaikan program dan aspirasi kepada Gubernur Aceh.
Pada 14 Februari 2018, Ahmadi menemui Irwandi Yusuf di rumah dinas Gubernur Aceh dan menyampaikan keinginan agar program pembangunan bersumber dari DOKA TA 2018 Bener Meriah dapat dikerjakan para rekanan dari kabupaten tersebut. Ahmadi lalu berkoordinasi dengan staf khusus Gubernur Aceh Hendri Yuzal dan ajudan Ahmadi, Muyassir.
Ahmadi menyerahkan program DOKA TA 2018 Bener Meriah pda 19 Mei 2018 ke Muyassir agar diserahkan ke Hendri Yuzal berisi program yang akan dikerjakan rekanan dan juga program pembangunan yang diperunttukan untuk relawan tim sukses Irwandi Yusuf.
"Irwandi Yusus lalu mengarahkan Hendri Yuzal agar program pembangunan DOKA 2018 kabupaten Bener Meriah dibantu dan pengaturan lelang dikoordinir oleh salah satu tim sukses pilkada Gubernur Aceh 2017 yaitu Teuku Saiful Bahri dengan mengatakan 'urusan paket DOKA tahun 2018 termasuk pengaturan elalng dikoordinasikan oleh saudara Saiful, termasuk masalah penerimaan 'fee' sebesar 10 persen harus disetorkan oleh bupati/walikota yang memperoleh paket pekerjaan," tambah jaksa Ali.
Hendri lalu menyampaikan soal "commitment fee" itu kepada Ahmadi dan Ahmadi menyepakatinya.
"Terdakwa melalui 'whatsapp' menyampaikan pesan ke Irwandi Yusuf melalui Hendri Yuzal agar terdakwa meneyrahkan uang sejumlah Rp1 miliar dengan kalimat 'siyap pak, mau ngomongin masalah zakat fitrah untuk lebaran ini pak', 'satu ember dulu pak'. Atas permintaan tersebut terdakwa menyanggupinya dengan mengatakan 'ya'," ungkap jaksa.
Setelah itu, di kafe Quantum Banda Aceh, Muyassir melakukan pertemuan dengan Hendri Yuzal membahas teknis penyerahan "uang zakat fitrah" dari Ahmdi untuk Irwandi Yusuf yang disepakati "uang zakat fitrah" akan diterima Irwandi Yusuf melalui Teuku Saiful Bahri yang diterima dari Teuku Fahilatul Amri.
Ahmadi lalu menyerahkan uang Rp120 juta melalui Muyassir pada 7 Juni 2018 di SMEA Lampineung Banda Aceh melalui Teuku Saiful Bahri.
Uang selanjutnya diberikan pada 8 Juni 2018 dari ajudan Ahmadi sekaligus adik iparnya Munandar sebesar Rp300 juta di pendopo rumah dinas Bupati Bener Meriah kepada Dailami untuk diserahkan kepada Irwandi. Muyassir pada 9 Juni 2018 lalu menambah uang sebesar Rp130 juta sehingga seluruhnya berjumlah Rp430 juta untuk Irwandi Yusuf.
Pada 29 Juni 2018, Irwandi meminta Rp1 miliar kepada Ahmdi untuk kebutuhan Aceh Marathon sehingga AHmadi memerintahkan Dailami, Munandar dan Muyassir untuk mengumpulkan uang dari para rekanan kabupaten Bener Meriah yang telah direkomendasikan namun baru Rp500 juta yang terpenuhi.
Uang Rp500 juta itu diserahkan Muyassir pada 3 Juli 2018 di parkiran Hotel Hermes melalui Teuku Saiful Bahri yang diterima Teuku Fadhilatul Amir sambil mengatakan "ini yagn disuruh Saiful ke Bupati Bener Meriah".
Uang lalu ditransfer ke beberapa orang yaitu Jason Utomo sebesar Rp190 juta untuk "DP ke-2 (medali)", Akbar Velati sebesar Rp173,775 juta untuk "DP ke-2 (jersey)", dan ke Ade Kurniawan dengan keterangan "pinjaman)" sebesar Rp50 juta. Sedangkan sisanya diserahkan oleh Teuku Fadhilatul Amir kepada Teuku Saiful Bahri.
Atas perbuatannya, Ahmadi didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Ahmadi tidak mengajukan keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan pada Senin, 1 Oktober 2018.