Blangpidie (ANTARA) - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menilai Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) terkesan mengintervensi penggunaan dana desa agar dialokasikan untuk kesenian senilai Rp25 juta/desa.
"Seharusnya dana desa itu janganlah diintervensi terlalu jauh. Biarkan saja dimamfaatkan secara optimal oleh masyarakat desa, sehingga pertumbuhan ekonomi di setiap desa bisa berjalan efektif," kata Ketua YARA Abdya, Miswar kepada wartawan di Blangpidie, Selasa.
Miswar menyampaikan pernyataan tersebut terkait wacana Pemkab Abdya yang ingin melaksanakan perhelatan rapai geleng massal dengan melibatkan 2.019 penari dengan menggunakan dana desa sumber APBN tahun 2019.
"Rencana pengadaan alat peraga kesenian rapai geleng dengan menggunakan dana desa sebesar Rp25 juta/desa tersebut memang sudah dituangkan dalam rincian prioritas penggunaan dana desa tahun 2019," ujar Miswar.
Miswar menilai, penggunaan dana desa untuk pengadaan alat kesenian rapai geleng yang telah diprioritaskan tersebut sama sekali tidak ada manfaat bagi masyarakat desa dan terkesan dipaksakan oleh pemerintah daerah.
Apalagi, kata dia, wacana pagelaran kesenian rapai geleng massal tersebut bukan timbul dari hasil musyawarah masyarakat di tingkat desa ataupun tingkat kecamatan, melainkan diperioritas oleh pihak pemerintah kabupaten.
"Seharusnya desa yang memiliki hak musyawarah antara badan musyawarah desa, pemerintah desa dan unsur masyarakat desa untuk meyepakati hal yang bersifat strategis sesuai Undang-Undang Nomor6 Tahun 2014," katanya.
Ia juga menyebutkan, dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat tersebut khusus dimanfaatkan untuk membangun serta memberdayakan ekonomi warga pedesaan berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat desa.
Begitu juga dengan dana desa yang telah dialokasikan untuk kesenian. Dana tersebut harus dipergunakan berdasarkan hasil musyawarah masing-masing desa. Apalagi tidak semua desa di Abdya memiliki kesenian rapai geleng.
"Jadi, kami ingatkan kepada seluruh kepala desa di Abdya agar jangan sampai dana desa itu dimanfaatkan oleh pihak lain, sehingga ketika mengalami masalah dengan hukum, pihak desa itu sendiri yang akan dirugikan," imbuhnya.
Contohnya lanjut Miswar, seperti pengadaan ayam Kampung Unggul Balitbang (KUB) yang memakai anggaran dana desa tahun 2018 lalu yang hingga kini belum selesai dan sedang dilakukan audit oleh inspektorat.
"Maka jangan sampai timbul hal-hal baru yang berkaitan dengan hukum," ungkap Miswar.
Miswar menyarankan, agar dana desa yang tergolong fantastis itu sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan desa seperti pembangunan infrastruktur, bidang kesehatan dan bahkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk pembangunan saluran, peningkatan jalan desa dan lain sebagainya yang bermanfaat untuk masyarakat di desa," katanya.
Ia juga berharap kepada pemerintah daerah benar-benar harus pro terhadap rakyat agar program pemerintah pusat atau selogan mengembalikan harapan rakyat bisa terwujud.
"Persoalan kesejahteraan desa lebih penting dibandingkan dengan pagelaran rapai geleng. Sebab mewujudkan Abdya yang hebat harus mendidik generasi dan masyarakat yang hebat pula," demikian Miswar.