Banda Aceh (ANTARA) - Bank Indonesia Provinsi mencatat nilai transaksi uang elektronik di daerah itu hingga Maret 2021 sebesar Rp154 miliar atau tumbuh sekitar 250 persen dibanding periode yang sama dengan tahun sebelumnya.
“Peningkatan ini sejalan dengan dengan intensitas belanja dari masyarakat melalui platform e-commerce di masa pandemi COVID-19,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, T Amir Hamzah di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan untuk di sisi volume juga terjadi pertumbuhan positif yakni pada angka 1.184 rb atau tumbuh sekitar 117 persen (yoy).
Menurut dia Infrastruktur pendukung dari perbankan dan PJSP sudah bagus termasuk layanan cash management system (CMS) & QRIS bagi Pemda dan masyarakat.
Kemudian turut didukung jaringan internet yang cukup memadai, meski masih perlu peningkatan di sisi kualitas dan jangkauan aksesnya.
“BI secara konsisten dan terencana telah melakukan berbagai program antara lain mendorong pembentukan tim percepatan & perluasan digitalisasi daerah (TP2DD),” katanya.
Ia menjelaskan tim tersebut bertujuan untuk mempercepat elektronifikasi transaksi pemerintah daerah.
Ia mengatakan saat ini sudah terbentuk empat tim percepatan & perluasan digitalisasi daerah di kabupaten/kota di Aceh.
“BI juga mendorong dan memfasilitasi elektronifikasi penyaluran bantuan sosial (Bansos) non tunai kepada masyarakat,” dan kita juga terus mendorong elektronifikasi di sektor transportasi, pariwisata dan UMKM,” katanya.
Ia juga menambahkan dalam mengoptimalkan uang elektronik tersebut, Bank Indonesia juga terus melakukan pengembangan dan sosialisasi/edukasi penggunaan QRIS kepada masyarakat.
Ia menyebutkan saat ini sudah tercatat skitar 37,8 ribu merchant dengar target 65,4 ribu merchant di akhir tahun 2021.
“Percepat digitalisasi UMKM ini juga bagian mendorong ekosistem keuangan digital di Aceh,” katanya.