Jerusalem (ANTARA Aceh) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (24/2) kembali menyampaikan pendekatan keras yang menentang kesepakatan antara Iran dan negara besar dunia.
"Saya menyesalkan, informasi yang telah saya terima dalam beberapa hari belakangan sangat memperkuat keprihatinan kami sehubungan dengan kesepakatan yang sedang dirancang antara negara besar dunia dan Iran," kata Netanyahu dalam satu perjalanan ke Markas Komando Selatan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), kata satu pernyataan dari kantornya.
Ia menyatakan kesepakatan tersebut dapat mengubah Iran menjadi "negara di ambang nuklir" dan memberi Teheran jaminan untuk membuat bom.
Netanyahu mengatakan ia akan berpegang pada rencananya untuk berbicara di Kongres AS pekan depan, demikian laporan Xinhua. Netanyahu mengatakan Dewan Legislatif AS dapat menjadi "rem terakhir" sebelum kesepakatan nuklir dicapai.
Netanyahu diundang oleh Ketua Senat AS John Boehner untuk berpidato dalam sidang gabungan Kongres pada 3 Maret.
Namun, pidato tersebut membuat geram Pemerintah Presiden AS Barack Obama sebab pidato itu diatur tanpa konsultasi dengan Gedung Putih dan dipandang oleh Pemerintah AS tidak sejalan dengan sikap resminya mengenai masalah nuklir Iran.
Pemimpin Israel tersebut juga dikecam karena berusaha memanfaatkan pidato itu demi keuntungan politik agar menang dalam pemilihan umum bulan depan.
Politisi sayap kiri-tengah Israel, pejabat AS dan kelompok pengajur Yahudi di AS telah mendesak Netanyahu agar membatalkan pidato tersebut, yang beresiko merusak hubungan Israel-AS.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Selasa membela pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung dengan Iran.
"Saya tak bisa menyatakan ini secara lebih tegas, kebijakannya ialah Iran takkan memiliki senjata nuklir. Siapa pun yang berputar-putara saat ini, berdiri untuk mengatakan kami tak menginginkan kesepakatan, atau ini atau itu, tidak tahu apakah kesepakatan itu sesungguhnya," kata Kerry dalam dengar pendapat anggaran kebijakan luar negeri Kongres. Ia kelihatan sangat jelas menanggapi peringatan Netanyahu belum lama ini mengenai kesepakatan dengan Iran.
"Saya menyesalkan, informasi yang telah saya terima dalam beberapa hari belakangan sangat memperkuat keprihatinan kami sehubungan dengan kesepakatan yang sedang dirancang antara negara besar dunia dan Iran," kata Netanyahu dalam satu perjalanan ke Markas Komando Selatan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), kata satu pernyataan dari kantornya.
Ia menyatakan kesepakatan tersebut dapat mengubah Iran menjadi "negara di ambang nuklir" dan memberi Teheran jaminan untuk membuat bom.
Netanyahu mengatakan ia akan berpegang pada rencananya untuk berbicara di Kongres AS pekan depan, demikian laporan Xinhua. Netanyahu mengatakan Dewan Legislatif AS dapat menjadi "rem terakhir" sebelum kesepakatan nuklir dicapai.
Netanyahu diundang oleh Ketua Senat AS John Boehner untuk berpidato dalam sidang gabungan Kongres pada 3 Maret.
Namun, pidato tersebut membuat geram Pemerintah Presiden AS Barack Obama sebab pidato itu diatur tanpa konsultasi dengan Gedung Putih dan dipandang oleh Pemerintah AS tidak sejalan dengan sikap resminya mengenai masalah nuklir Iran.
Pemimpin Israel tersebut juga dikecam karena berusaha memanfaatkan pidato itu demi keuntungan politik agar menang dalam pemilihan umum bulan depan.
Politisi sayap kiri-tengah Israel, pejabat AS dan kelompok pengajur Yahudi di AS telah mendesak Netanyahu agar membatalkan pidato tersebut, yang beresiko merusak hubungan Israel-AS.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Selasa membela pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung dengan Iran.
"Saya tak bisa menyatakan ini secara lebih tegas, kebijakannya ialah Iran takkan memiliki senjata nuklir. Siapa pun yang berputar-putara saat ini, berdiri untuk mengatakan kami tak menginginkan kesepakatan, atau ini atau itu, tidak tahu apakah kesepakatan itu sesungguhnya," kata Kerry dalam dengar pendapat anggaran kebijakan luar negeri Kongres. Ia kelihatan sangat jelas menanggapi peringatan Netanyahu belum lama ini mengenai kesepakatan dengan Iran.