Banda Aceh (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Aceh mencatat bahwa tingkat ekspor crude palm oil (CPO) kelapa sawit dari tanah rencong ke berbagai negara masih rendah hingga periode Januari-Juli 2022 ini.
"Jika dilihat dari data pengiriman CPO dari Aceh keluar negeri itu masih rendah, dan hampir setiap tahun terjadi," kata Kepala Kanwil Bea Cukai Aceh Safuadi, di Banda Aceh, Kamis.
Safuadi menyebutkan, berdasarkan data diterima bahwa dari jumlah 1,2 juta CPO yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit di Aceh hanya sedikit diekspor via pelabuhan Aceh, selebihnya melalui Sumatera Utara.
Dirinya merincikan, dari 1,2 juta ton per tahun tersebut pada 2019 hanya 22.214 ton diekspor dari Aceh, kemudian 2020 sebanyak 46.293 ton, selanjutnya 2021 turun menjadi 41.811 ton.
"Sedangkan untuk ekspor CPO sampai periode Januari-Juli 2022 baru mencapai 10.107 ton. Selebihnya diekspor dari Belawan Sumatera Utara" ujarnya.
Safuadi menyampaikan, adapun negara tujuan ekspor CPO dari Aceh selama empat tahun ini rata-rata ke India, Jepang dan Singapore.
Kemudian, untuk pelabuhan pengiriman CPO yang digunakan yakni dari pelabuhan Calang Kabupaten Aceh Jaya, Krueng Geukueh Lhokseumawe dan pelabuhan Kuala Langsa.
Safuadi menjelaskan, rendahnya pengiriman CPO dari Aceh tersebut disebabkan karena belum adanya pelabuhan yang representatif bisa bersandarnya kapal kargo besar.
Kemudian, tangki penyimpanan CPO juga belum banyak di tanah rencong, karena itu sampai hari ini banyak PKS yang melakukan ekspor lewat pelabuhan di Sumatera Utara.
"Karena, untuk satu kapal besar itu minimal harus memiliki 20 PKS, dan di Aceh belum banyak yang melakukan konsolidasi tersebut," katanya.
Melihat kondisi ini, Safuadi mendorong adanya penyempurnaan pelabuhan seperti di Calang Kabupaten Aceh Jaya harus dibuatkan pemecah ombak (water breaking) sehingga kapal besar bisa merapat.
"Kemudian, tangki penyimpanan CPO nya juga harus dibangun, sehingga nantinya CPO dari Aceh bisa langsung di ekspor dari pelabuhan Aceh semuanya," demikian Safuadi.