Banda Aceh (ANTARA) - Mahkamah Syar'iyah (MS) Aceh mencatat angka gugatan perceraian di Aceh mencapai 6.823 perkara terhitung sejak Januari hingga Oktober 2022, dan didominasi gugatan cerai oleh istri terhadap suami.
"Cerai gugat itu yang diajukan istri dan cerai talak itu yang diajukan suami," kata Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Ilyas, di Banda Aceh, Selasa.
Ilyas menyebutkan, angka perceraian tersebut didominasi oleh cerai gugat sebanyak 5.213 perkara, dan yang telah diputuskan mencapai 4.422 perkara, sedangkan untuk cerai talak mencapai 1.610 perkara, dan 1.312 perkara diantaranya telah memiliki putusan.
Kata llyas, untuk daerah dengan angka perceraian gugat tertinggi di tanah rencong tersebut yakni dari Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, mencapai 630 perkara dan 536 diantaranya telah diputuskan.
"Sedangkan untuk cerai talak sebanyak 168 perkara dan sudah diputuskan sebanyak 134 perkara," ujarnya.
Selain di Lhoksukon, lanjut Ilyas, kasus gugatan cerai istri juga tinggi di Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang yaitu sebanyak 461 perkara.
Kemudian, di Kabupaten Bireuen 419, Aceh Timur 378, Sigli 355, Aceh Tengah 337, Aceh Besar 317, Bener Meriah 255, Aceh Tenggara 244, serta di Langsa dan Lhokseumawe masing-masing 226 perkara.
Dirinya menjelaskan, faktor perceraian tersebut didominasi perselisihan dan pertengkaran secara terus-menerus yakni mencapai 4.471 perkara. Lalu meninggalkan salah satu pihak 702 perkara, disusul faktor ekonomi 258 perkara, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 109 perkara.
Selain itu, penyebab perceraian lainnya karena dihukum penjara 76 perkara, poligami 30 perkara, judi 22 perkara, cacat badan 21 perkara, kawin paksa 18 perkara, madat 15 perkara, mabuk lima perkara, murtad dan lain-lain tiga perkara, serta zina satu perkara.
“Salah satu penyebab perselisihan yang terjadi secara terus menerus karena banyak faktor di dalamnya bisa disebabkan judi, mabuk, zina, kurangnya tanggung jawab oleh salah satu pihak sehingga memicu pertengkaran,” demikian Ilyas.