Sedangkan penyumbang deflasi di Aceh pada Mei, kata dia, yaitu komoditi undang basah dan cabai merah masing-masing 0,08 persen, ikan kembung dan semangka masing-masing sebesar 0,03 persen, serta ikan tuna sebesar 0,02 persen.
“Dan juga komoditi kentang, cabai hijau, udang asin, minyak goreng, dan cumi-cumi masing-masing sebesar 0,01 persen,” ujarnya.
Menurut dia, inflasi Aceh diukur berdasarkan tiga kota yaitu Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh (Aceh Barat). Inflasi m-to-m untuk Banda Aceh 0,13 persen, Lhokseumawe sebesar 0,51 persen dan Meulaboh sebesar 0,58 persen.
Dari tiga daerah itu, BPS Aceh mencatat penyumbang inflasi masing-masing kota tersebut paling tinggi dari komoditas ikan tongkol, yaitu untuk Banda Aceh 0,08 persen, Meulaboh 0,17 persen, dan Lhokseumawe 0,21 persen.
Sementara secara year-on-year (yoy), Aceh mengalami inflasi 3,34 persen. Komoditas paling dominan memberikan andil inflasi yoy pada bulan itu yakni bensin, beras, rokok kretek filter, bahan bakar rumah tangga, sewa rumah, emas perhiasan, angkutan antar kota, dan telur ayam ras.
Apabila dilihat dari tiga kota, Banda Aceh mengalami inflasi 3,41 persen secara yoy, kemudian Lhokseumawe 3,08 persen, dan Meulaboh 3,56 persen.
“Inflasi tertinggi nasional terjadi di Kota Baru dan Timika sebesar 6,04 persen dan inflasi tertinggi di Sumatera terjadi Bandar Lampung yakni 4,43 persen,” ujarnya.
Baca juga: Sidak pasar, Disperindag Aceh Timur sebut harga cabai naik