Menurut hasil pengamatan kejaksaan hampir satu tahun ini, lanjutnya, memang terjadi perbedaan persepsi tentang regulasi bidang hulu-hilir kelapa sawit terutama saat penetapan harga TBS petani dan implementasinya di lapangan. "Ini akan menjadi fokus kami," tegas Asbin.
Ketua DPW Apkasindo Riau Suher menyampaikan apresiasi atas inisiatif dan sinergi Kejati Riau dengan Gubernur Riau melalui Jaga Zapin untuk turut memperhatikan nasib petani sawit Riau. Zapin merupakan tarian khas melayu Riau dengan ciri khas hentakan kaki dan Gerakan tubuh yang indah. Hentakan kaki ini menggambarkan ketegasan dan Gerakan tubuh menggambarkan keramah-tamahan budaya melayu.
"Informasinya, Jaga Zapin ini akan membuka Posko Pengaduan sekaligus Konsultasi Hukum Hulu-Hilir Sawit Riau yang berkantor di Kejati Riau. Jadi jika terjadi kecurangan PKS, seperti harga TBS, timbangan curang, potongan wajib timbangan dan lain-lain maka Posko Jaga Zapin akan segera menindaklanjutinya," kata Suher.
Baca juga: Warga Aceh Jaya tuntut kejaksaan usut tuntas kasus peremajaan sawit
Ia menilai Kepala Kejaksaan Tinggi yang saat ini sangat memahami Riau yang membuat petani merasa dijaga. Sebabnya, kejelian pihak Kejati Riau melihat akar permasalahannya dalam penetapan harga TBS berada pada komponen BOL (biaya operasional langsung) dan BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung).
Kedua komponen ini sangat mempengaruhi harga TBS penetapan Disbun Riau yang diumumkan setiap hari Selasa. "Terjadi penurunan signifikan biaya pemasaran, biaya transport, penyusutan dan terjadi peningkatan Indeks K secara signifikan," ujar KH Suher.
Indeks K merupakan persentase yang diterima oleh Petani sawit dari satuan kilogram TBS. Jika semakin tinggi Indeks K, maka semakin besar persentase yang diterima petani dalam bentuk harga TBS (Rp/Kg TBS).
Dengan Jaga Zapin ini ia berharap hal-hal yang selama ini ditutup-tutupi oleh Korporasi Anggota Tim Harga TBS Riau menjadi transparan dan akuntabilitas. Termasuk bagian cangkang dan produk sampingan lainnya yang harga produk sampingan ini tidak pernah dinikmati oleh petani. Kalaupun ada selama ini, misalnya dari harga cangkang, itu hanya Rp10/kg, padahal cangkang tersebut saat ini harganya semakin mahal dan di ekspor, rerata Rp1.500-1700/kg.
"Masak kami petani hanya dapat Rp10 per kg?," ujarnya.