Suka Makmue (ANTARA) - Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Nasir Buloh, mengapresiasi Polres Nagan Raya yang tidak henti-hentinya melakukan penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah hukumnya.
“Kami menghargai apa yang dilakukan Polres Nagan Raya dalam menyelesaikan persoalan tambang ilegal di Aceh, meskipun sejauh ini upaya tersebut belum memberikan efek jera secara menyeluruh terhadap pelaku kejahatan lingkungan di Aceh,” kaa Nasir Buloh dalam keterangannya diterima wartawan di Nagan Raya, Jumat.
Ia mengakui, saat ini kegiatan aktivitas penambangan ilegal (ilegal mining) dan perambahan hutan (ilegal logging) tersebut masih terjadi secara massif di beberapa daerah di Provinsi Aceh.
Baca juga: Polisi sita alat berat tambang ilegal di Aceh Tenggara
Diantaranya seperti di Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang dan Aceh Selatan.
Menurutnya, upaya penegakan hukum selama ini belum menjadi solusi dalam menertibkan kegiatan pertambangan emas ilegal di Aceh, yang telah berdampak serius terhadap lingkungan hidup dan menjadi faktor penyebab bencana ekologis.
"Di beberapa kasus Penegakan hukum, justru terjadi perlawanan dari kelompok penambang seperti menghadang penyitaan alat berat dan aksi penolakan sebagaimana yang terjadi di Nagan Raya saat ini," ungkapnya.
Padahal, kata Nasir, terkait pertambangan, negara telah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara (Minerba) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, dan terjadi revisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurutnya, untuk perbaikan tata kelola pertambangan emas ilegal di Aceh, langkah utama yang harus dilakukan adalah Pemerintah Aceh mengusulkan penetapan WPR (wilayah pertambangan rakyat) kepada pemerintah pusat.
"Karena sepengetahuan kami, di Provinsi Aceh belum terdapat WPR sehingga sampai hari ini rakyat tidak bisa mengurus Izin Pertambangan Rakyat (IPR)," katanya menambahkan.
Nasir mengatakan, ada pun syarat utama mendapatkan IPR dengan mengusulkan permohonan izin pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR.
Apabila WPR belum tersedia atau belum ditetapkan, maka Izin Pertambangan Rakyat atau IPR tidak dapat diberikan meskipun kondisi di lapangan telah ada aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat.
"Dan selama izin tidak tersedia, kegiatan pertambangan tersebut tetap dianggap ilegal dan bertentangan dengan aturan hukum," demikian Nasir Buloh.
Baca juga: Kapolres: Tidak ada oknum polisi bekingi tambang ilegal di Nagan Raya