Banda Aceh (ANTARA) - Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Aceh menegaskan perempuan harus ikut terlibat aktif dalam upaya pelestarian alam serta memastikan keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang.
"Perempuan adalah garda terdepan dalam pelestarian lingkungan. Kita, sebagai ibu, tidak hanya menjaga keluarga, tetapi juga harus memastikan keberlanjutan alam untuk anak cucu," kata Pj Ketua TP PKK Aceh Safriati di Banda Aceh, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan Safriati dalam kegiatan Pekan Raya Leuser 2024 yang digelar Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) bertajuk Woman in Conservation.
Ia menyampaikan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan terkait konservasi sering kali dipinggirkan, padahal mereka memiliki kemampuan multitasking yang tak tergantikan.
"Kami perempuan ingin dilibatkan. Perempuan memiliki peran luar biasa dan kapasitas besar dalam menjaga alam. Mari tunjukkan bahwa perempuan tidak bisa diabaikan dalam konservasi," ujarnya.
Karena itu, dirinya mengajak semua pihak untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pelatihan berbasis lingkungan, serta membangun jaringan komunikasi yang solid guna berbagi informasi dan mencari solusi bersama menghadapi tantangan konservasi.
Baca: Akademisi: Jaga kualitas hutan untuk cegah banjir di Aceh
Dirinya berharap Pekan Raya Leuser 2024 ini menjadi wadah kolaborasi lintas daerah untuk memperkuat upaya pelestarian lingkungan di Aceh. Dan, dengan partisipasi perwakilan perempuan dari 15 kabupaten/kota, kegiatan ini dapat membuka ruang komunikasi antara pemerintah, masyarakat, serta organisasi lingkungan.
"Perempuan dan masyarakat harus aktif dalam upaya konservasi. Dengan jaringan yang kuat, kita bisa berbagi informasi dan menemukan solusi terbaik untuk menjaga lingkungan kita bersama," kata Safriati.
Sementara itu, Sekretaris Yayasan HAkA Badrul Irfan menyebutkan Aceh memiliki 3,5 juta hektare kawasan hutan, termasuk ekosistem Leuser yang menjadi habitat spesies langka seperti gajah, badak, orang utan, dan harimau.
"Hutan Aceh adalah kebanggaan kita, tetapi ancamannya juga besar. Pada 2023, Aceh mengalami 97 kasus banjir, banyak di antaranya disebabkan oleh deforestasi. Sebanyak 8.906 hektare tutupan hutan hilang tahun lalu," katanya.
Ia menekankan bahwa hilangnya tutupan hutan tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko bencana.
"Oleh karena itu, menjaga tutupan pohon melalui upaya konservasi aktif menjadi hal yang sangat penting," demikian Badrul Irfan.
Baca: Lembaga konservasi kampanyekan penyelamatan SM Rawa Singkil