Meulaboh (Antaranews Aceh) - Nelayan di Kabupaten Aceh Barat masih tertarik mengikuti program asuransi nelayan meski sistem pembayaran premi sudah dibebankan kepada penerima manfaat.
Tokoh nelayan Aceh Barat, Ahmadi, saat ditemui di dermaga pendaratan ikan di Meulaboh, Kamis, mengatakan nelayan daerahnya sangat setuju adanya program asuransi sebagai jaminan menyusul tingginya risiko pekerjaan mereka.
"Kami setuju saja, apalagi biayanya ditanggung oleh pemerintah dan berharap tetap dilanjutkan, tapi kalau sudah bayar sendiri atau mandiri maka harapan kami bisa dibayar oleh toke boat (pemilik armada)," katanya.
Pemilik armada tentunya akan mengatur dengan baik untuk pembayaran premi asuransi, tetapi dihadapkan tidak dengan jumlah besar karena hal itu akan membuat nelayan semakin tertekan dengan pemotongan uang hasil pekerjaan per bulannya.
Selama ini, kata Ahmad, dirinya sudah terdata sebagai salah seorang peserta asuransi nelayan setelah sebelumnya diurus pada 2016 dan kepesertaan terhitung sejak 2017, kemudian tidak diketahui lagi apakah sudah ada pengurusan lanjutan atau belum.
"Saya sendiri belum pernah mengajukan lagi pembaruan data untuk kepesertaan asuransi, saya dengar itu hal yang wajib dilakukan setiap tahun akan ada perpanjangan peserta asuransi nelayan di Aceh Barat," ujarnya.
Meski pun selama menjadi peserta asuransi belum pernah mendapat musibah atau kecelakaan kerja yang dapat diklaim pembayaran, akan tetapi menurut dia ada satu sisi positif untuk kelanjutan hidup keluarga nelayan, apabila meninggal dunia saat mencari nafkah di laut.
Berbeda jika terjadi kecelakaan berupa cacat fisik yang mendapatkan dana bantuan klaim asuransi dengan nilai yang telah ditentukan.
"Kalau untuk buruh nelayan bagusnya memang tetap dibayarkan oleh pemerintah, tetapi kalau pemilik boat itu terserah lah, karena mereka ada uang, tinggal menggelola pekerjaan nelayan sehari hari," sebutnya lagi.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Barat, Mahli, menambahkan, pihaknya masih menghentikan sementara pendataan keikutsertaan nelayan dalam program tersebut karena masih menanti petunjuk teknis.
"Kami masih menanti petunjuk, karena dulu sistem pembayaran premi asuransi ditanggung pemerintah, nah kalau sekarang sudah tidak lagi, nelayan yang membayarkan secara pribadi atau mandiri," jelansya.
Saat ini pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah tidak lagi menanggung pembayaran premi asuransi sehingga harus dilakukan pengelolaan secara mandiri di setiap daerah masing - masing.
Akan tetapi kata, Mahli, pihak DKP Aceh Barat belum memiliki petunjuk tekni terhadap pengelolaan dana tersebut sehingga masih dihentikan, sementara minat atau partisipasi nelayan yang menginginkan program itu tetap berlanjut masih terlihat cukup tinggi.
"Kalau keinginan masyarakat nelayan saya lihat masih tinggi, saya juga sudah bertemu dengan beberapa tokoh nelayan mereka masih mau ada asuransi, tetapi mekanismenya itu yang belum sepenuhnya kita pahami," sebutnya.
Mahli mengatakan, pembayaran premi untuk asuransi nelayan mandiri tidak begitu tinggi, masih berkisar Rp100 ribu per bulan, kemudian dana klaimnya masih tetap seperti angka sebelumnya saat presmi ditangung oleh pemerintah.
Nelayan Aceh Barat tertarik peserta asuransi
Kamis, 1 November 2018 14:44 WIB