Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh hingga kini masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan dengan nilai Rp45,5 miliar.
"Perkembangan kasus masih seperti dulu. Penyidik masih menunggu hasil audit dari BPK," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Munawal di Banda Aceh, Senin.
Munawal menyebutkan audit atau pemeriksaan untuk mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut. Jika audit sudah diketahui, maka penyidikan perkara bisa ditingkatkan ke tahap berikutnya.
Baca juga: Terkait dugaan korupsi Rp45,5 miliar, Kejati Aceh periksa pejabat KKP
Terkait dengan tersangka, Munawal menyebutkan hingga kini tersangka masih satu orang atas nama Dendi, mantan Direktur PT Perikanan Nusantara. Jumlah tersangka bisa bertambah tergantung hasil penyidikan.
"Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangkanya lebih dari satu. Jika ada penambahan tersangka, akan kami kabari nanti. Bertambah atau tidaknya tersangka tergantung proses di penyidikan yang kini masih berlangsung," kata Munawal menyebutkan.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.
Baca juga: Kejati Aceh periksa empat saksi ahli kasus korupsi Rp45,5 miliar
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Baca juga: Aspidsus dan sejumlah kepala kejaksaan negeri di Aceh diganti
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.