Banda Aceh (ANTARA) - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyatakan 46 dari 216 pasal dalam rancangan qanun pertanahan selesai dibahas bersama dengan unsur Pemerintah Aceh.
"Sampai hari ini, baru 46 pasal dari 216 pasal rancangan qanun pertanahan yang selesai dibahas," kata Anggota Komisi I DPR Aceh Bardan Sahidi di Banda Aceh, Kamis.
Bardan Sahidi mengatakan rancangan qanun pertanahan merupakan warisan program legislasi DPR Aceh 2019. Dengan sisi kurang dua bulan lagi, pembahasan rancangan qanun pertanahan tersebut dikhawatirkan tidak selesai.
Jika tidak selesai, kata Bardan Sahidi, pembahasan terpaksa dilanjutkan tahun depan. Padahal, pembahasan rancangan qanun tersebut sudah memasuki tahun ketiga.
"Ini pertaruhan bagi kami. Namun, melihat banyak pasal yang belum dibahas, tentu pembahasannya tidak tuntas tahun ini. Mau tidak mau, pembahasan terpaksa berlanjut tahun depan," kata Bardan Sahidi.
Bardan Sahidi yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Aceh menyebutkan rancangan qanun pertanahan merupakan aturan turun UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.
Selain itu, rancangan qanun pertanahan juga aturan turunan dari keputusan presiden terkait pelimpahan kewenangan bidang pertanahan kepada Pemerintah Aceh.
Rancangan qanun pertanahan juga implementasi butir MoU Helsinki atau nota kesepakatan damai RI-GAM yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.
"Rancangan qanun pertanahan mengatur kewenangan, pelimpahan, perizinan, pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, penyediaan tanah reintegrasi, dan lainnya," kata Bardan Sahidi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan banyak kendala dalam pembahasan rancangan qanun tersebut. Di antara, tidak adanya acuan peraturan serupa dari daerah lain.
"Belum ada provinsi lain yang membuat peraturan daerah terkait pertanahan. Jadi, kami kesulitan mengambil referensinya. Kendati begitu, kami terus berupaya menuntaskan pembahasannya," kata Bardan Sahidi.