Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Madani Mukarom mengatakan ada korelasi antara bahan baku kayu untuk kebutuhan masyarakat dengan munculnya kasus tindak pidana kehutanan.
"Kebutuhan sumber daya alam kayu sangat tinggi dan itu berkorelasi dengan peningkatan jumlah kasus tindak pidana kehutanan," kata Madani di Mataram, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Madani melihat pembalakan liar dan perambahan hutan yang masih terjadi secara masif pada tahun 2020.
"Untuk tahun ini ada 35 pelaku yang ditangkap dan diadili," ujarnya.
Dalam proses penegakan hukum di bidang kehutanan, kata Madani, DLHK NTB telah mengerahkan penyidik untuk menangani kasus tersebut. Bahkan penanganannya tercatat melebihi delapan kasus yang menjadi target tahunan.
"Jadi kegiatan penegakan hukum sesuai target 100 persen. Ada yang ditangani sendiri dan ada yang diusut bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Jawa Bali Nusa Tenggara," ucap dia.
Untuk jumlah keseluruhannya, kata dia, ada sebanyak 23 kasus yang ditangani penyidik dari Seksi Penegakan Hukum (Gakkum) DLHK NTB sepanjang tahun 2020.
Dari penanganan kasus pidana yang terjadi di bidang kehutanan tersebut, pihaknya telah menyelamatkan keuangan negara hingga mencapai Rp260,9 Juta.
"Nilai itu hasil dari pelelangan kayu rampasan negara dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi dari 17 ribu kubik kayu," katanya.
Kasi Gakkum DLHK Provinsi NTB Astan Wirya menjelaskan bahwa 23 kasus yang ditangani tersebut sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Sementara 15 laporan pengaduan lain tidak ditindalanjuti karena tidak cukup bukti.
Kasus yang mendominasi antara lain perambahan hutan, pertambangan liar di dalam kawasan hutan, dan pembalakan liar.
"Modusnya masih sama, pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dokumen dan penebangan kayu di kawasan hutan lindung," kata Astan.