Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan bahwa Indonesia terus mendukung upaya menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celsius.
Selain itu, Indonesia juga mendukung implementasi menuju net-zero emisi atau nol emisi.
"Implementasi itu dengan memperhatikan prinsip-prinsip tanggung jawab umum yang berbeda sesuai kemampuan masing-masing negara (CBDR-RC)," kata Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia juga menegaskan dan memberikan elaborasi berkenaan target emisi yang ditetapkan nasional (nationally determined contribution/NDC), dibuktikan dengan kerja lapangan sebagai implementasi.
Ia menekankan, penyebutan target penurunan emisi 29-41 persen harus dibaca secara berbeda, meskipun masih dalam notasi angka target yang sama.
"Rumusan itu mengandung arti political will," katanya.
Menurutnya, data Update NDC (UNDC) untuk penurunan emisi harus dibaca dengan target 41 persen dalam kerja keras implementasi, perkuat upaya adaptasi sekuat mitigasi dan perluas obyek baru dengan sasaran obyek ke marine ecosystem terutama mangrove dan terumbu karang, dukungan blue carbon serta dukungan kerja sama, keuangan dan teknologi termasuk dengan dunia usaha.
Pada sektor hutan dan land use, ditegaskan Menteri Siti, sektor hutan dan tata guna lahan (Forestry and Other Land Use/FoLU) akan mencapai penyerapan bersih (net sink) 2030.
Disebutkan, telah terjadi penurunan deforestasi tahun 2019-2020 sebesar 78 persen sebagai angka deforestation rate terendah sejak tahun 1990, yaitu sebesar 115 ribu hektare.
"Dan sejak 2019 Indonesia menegaskan moratorium permanen seluas 66,2 juta hektare untuk tidak diberikan lagi izin baru," kata Menteri Siti.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan, penetapan areal bernilai konservasi atau high conservation value forest (HCVF) seluas 3,87 juta hektare di areal konsesi HPH dan HTI, serta sekitar 1,34 juta hektare HCVF di areal perkebunan sawit.
Sementara luas areal terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan, tercatat telah menurun tajam di tahun 2020, yaitu 82 persen dengan perkiraan emisi GRK menurun hingga sebesar sekitar 93 persen.
Demikian pula rehabilitasi gambut seluas 3,74 juta hektare melalui kegiatan re-wetting gambut, menjaga agar gambut tetap basah, dengan infrastruktur sekat kanal, sumur bor, dan dengan pengendalian rencana kerja dan pemantauan tinggi muka air gambut dan ketaatan konsesi dan pembinaan pengelolaan gambut pada 600 ribu hektar areal masyarakat.
Begitu pula telah dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dari 1,53 juta hektare dan rehabilitasi mangrove 18 ribu hektare tahun 2020. Pada 2021 mencakup areal 40-83 ribu hektare, serta hingga 2024 diproyeksikan akan ditanam hingga 600 ribu hektare.
Akses perhutanan sosial seluas 4,72 juta hektare untuk dikelola oleh masyarakat telah mencakup 7.212 kelompok dan 1,03 juta kepala keluarga.
Dan tentu saja langkah penegakan hukum dengan operasi 1.658 kali untuk pengamanan hutan sekitar 25 juta ha, pengawasan 1.174 kali di areal konsesi dan penerapan sebanyak 1.882 sanksi administratif kepada perusahaan, serta 29 gugatan perdata ke pengadilan.
"Praktek itu sudah berjalan dalam kurun waktu 5-7 tahun hingga saat ini, dan saatnya kini memantapkan kebijakan dan implementasi tersebut dalam standar operasional prosedur (SOP) yang bisa dituangkan dalam pedoman kerja ke depan berupa manual, tutorial dan lan-lain," tegas Menteri Siti.