New York (ANTARA) - Harga minyak berjangka rebound pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah anjlok dari level tertinggi multi-tahun sehari sebelumnya, karena pasar menganggap tidak mungkin Amerika Serikat akan merilis cadangan minyak mentah daruratnya atau melarang ekspor untuk mengurangi pasokan yang ketat.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember bangkit 87 sen atau 1,1 persen, menjadi menetap di 81,95 dolar AS per barel, setelah anjlok 1,8 persen sehari sebelumnya.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November AS bertambah 87 sen atau 1,1 persen, menjadi ditutup pada 78,30 dolar AS per barel. WTI juga merosot 1,9 persen di sesi sebelumnya.
Kedua kontrak acuan sempat terpuruk sekitar 2 dolar AS per barel pada pagi hari.
Departemen Energi AS mengatakan semua "alat selalu tersedia" untuk mengatasi kondisi pasokan energi yang ketat di pasar.
Departemen membuat komentar di tengah pertanyaan tentang apakah Pemerintahan Presiden Joe Biden sedang mempertimbangkan memanfaatkan Cadangan Minyak Strategis (SPR) atau mengejar larangan ekspor minyak untuk menurunkan biaya minyak mentah.
Sementara itu penasihat keamanan nasional Biden mendesak para pemasok energi untuk meningkatkan arus pasokan guna memenuhi permintaan, dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat khawatir dengan kegagalan mereka untuk melakukannya.
Amerika Serikat kadang-kadang menggunakan cadangan strategisnya, biasanya setelah badai atau gangguan pasokan lainnya. Namun sejak mengakhiri larangan 40 tahun ekspor minyak mentah pada tahun 2015, negara ini telah menjadi pengekspor yang signifikan, dan belum memulai pemotongan ekspor.
Awal pekan ini Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk menaikkan produksi hanya secara bertahap, mengirimkan harga minyak mentah ke level tertinggi multi-tahun.
Pasar minyak telah terus meningkat karena ketatnya pasokan di seluruh dunia, setelah permintaan pulih lebih cepat dari yang diperkirakan dari pandemi COVID-19 di pasar impor besar seperti China.
"Pasar minyak terlihat lebih ketat dalam jangka pendek, yang menunjukkan bahwa harga akan tetap didukung dengan baik hingga akhir tahun," kata Analis ING Warren Patterson dalam sebuah catatan.
Produsen utama dan Badan Energi Internasional percaya bahwa permintaan minyak mentah dapat meningkat dari 150.000 menjadi 500.000 barel per hari dalam beberapa bulan mendatang, karena pengguna gas alam beralih ke minyak akibat harga gas yang tinggi.