Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Pencairan anggaran Alokasi Dana Gampong (ADG) tahun 2015 di Kabupaten Aceh Selatan dinilai berjalan lamban. Anehnya, alasan yang berkembang selama ini menempatkan aparat gampong (desa) sebagai kambing hitam penyebab kelambanan ini.
“Jika memang itu sebabnya, bukankah kewajiban itu juga tanggungjawab para pejabat yang memangku jabatan di Pemkab Aceh Selatan yang terkait dengan program ADG untuk membina para keuchik (kepala desa),†kata tokoh masyarakat Aceh Selatan, Azmir SH di Tapaktuan Minggu (30/8).
Dalam kaitan itu, mantan Anggota DPRK Aceh Selatan dari Partai Karya Persatuan Bangsa (PKPB) itu menyarankan, ada baiknya Bupati HT Sama Indra SH memanggil para pemangku kewajiban (stakeholder) yang terkait guna dimintai pertanggungjawaban mereka di dalam proses ini.
“Sebab, kesan yang didapat selama ini, antar sesama stakeholder bekerja tidak bersinerji atau jalan sendiri-sendiri dan saling melempar tanggung jawab yang pada akhirnya muncul upaya mencari kambing hitam dengan menempatkan para keuchik sebagai biang kelalaian,†sesalnya.
Menurut Azmir, dengan memanggil para stakeholder, bupati setikdaknya akan tahu duduk persoalan yang terjadi sebenarnya. Misalnya, adakah mereka mempunyai jadwal/agenda (matrik) kerja untuk memudahkan mengevaluasi pencapaian kerja bulanan atau mingguan. Selanjutnya, dengan adanya matrik kerja, akan diketahui pekerjaan apa lagi yang harus digarap pada waktu berikutnya.
“Seharusnya, ini sudah bisa dilakukan sejak bulan Februari 2015 lalu. Tapi yang terjadi, banyak keuchik yang belum terima honorarium sejak Januari hingga Agustus ini. Ditakutkan, ini akan terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya, semua pihak harus belajar sejak sekarang,†tambahnya.
Selain itu, dengan memanggil stakeholder, akan terungkap juga, sudah sejauh mana tanggung jawab (pemantauan dan evaluasi) yang sudah dilakukan oleh pejabat yang membantu bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong, kemukiman dan kecamatan. “Dalam hal ini, adalah wakil bupati,†kata Azmir.
Tokoh yang pernah bergelut di dunia jurnalistik ini menambahkan, stakeholder juga termasuk Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK), dalam hal ini Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab), yang berkewajiban penuh dibidang keuangan antara lain, dalam mengeksekusi berbagai usulan program yang diajukan pemerintahan desa ke Dinas Keuangan (Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Daerah/DPPKD).
Begitu juga, bupati sebaiknya memanggil semua pihak yang terlibat, seperti Asisten, Bagian Pemerintahan, maupun Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM). “Kesan yang menonjol dari pemberitaan media selama ini, kan seolah-olah para keuchik yang menjadi sumber kelalaian ini. Sementara yang terlihat Kantor BPM jalan sendiri, DPKKD juga jalan sendiri. Sehingga dengan mengkambinghitamkan aparatur desa, pejabat SKPK terkait selamat dari tudingan,†sebutnya.
Azmir menduga, penyebab timbulnya kondisi seperti itu jangan-jangan ada segelintir aparatur dilingkungan Pemkab Aceh Selatan yang membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS) kepada bupati dengan mengkambinghitamkan para keuchik.
“Jika memang itu sebabnya, bukankah kewajiban itu juga tanggungjawab para pejabat yang memangku jabatan di Pemkab Aceh Selatan yang terkait dengan program ADG untuk membina para keuchik (kepala desa),†kata tokoh masyarakat Aceh Selatan, Azmir SH di Tapaktuan Minggu (30/8).
Dalam kaitan itu, mantan Anggota DPRK Aceh Selatan dari Partai Karya Persatuan Bangsa (PKPB) itu menyarankan, ada baiknya Bupati HT Sama Indra SH memanggil para pemangku kewajiban (stakeholder) yang terkait guna dimintai pertanggungjawaban mereka di dalam proses ini.
“Sebab, kesan yang didapat selama ini, antar sesama stakeholder bekerja tidak bersinerji atau jalan sendiri-sendiri dan saling melempar tanggung jawab yang pada akhirnya muncul upaya mencari kambing hitam dengan menempatkan para keuchik sebagai biang kelalaian,†sesalnya.
Menurut Azmir, dengan memanggil para stakeholder, bupati setikdaknya akan tahu duduk persoalan yang terjadi sebenarnya. Misalnya, adakah mereka mempunyai jadwal/agenda (matrik) kerja untuk memudahkan mengevaluasi pencapaian kerja bulanan atau mingguan. Selanjutnya, dengan adanya matrik kerja, akan diketahui pekerjaan apa lagi yang harus digarap pada waktu berikutnya.
“Seharusnya, ini sudah bisa dilakukan sejak bulan Februari 2015 lalu. Tapi yang terjadi, banyak keuchik yang belum terima honorarium sejak Januari hingga Agustus ini. Ditakutkan, ini akan terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya, semua pihak harus belajar sejak sekarang,†tambahnya.
Selain itu, dengan memanggil stakeholder, akan terungkap juga, sudah sejauh mana tanggung jawab (pemantauan dan evaluasi) yang sudah dilakukan oleh pejabat yang membantu bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong, kemukiman dan kecamatan. “Dalam hal ini, adalah wakil bupati,†kata Azmir.
Tokoh yang pernah bergelut di dunia jurnalistik ini menambahkan, stakeholder juga termasuk Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK), dalam hal ini Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab), yang berkewajiban penuh dibidang keuangan antara lain, dalam mengeksekusi berbagai usulan program yang diajukan pemerintahan desa ke Dinas Keuangan (Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Daerah/DPPKD).
Begitu juga, bupati sebaiknya memanggil semua pihak yang terlibat, seperti Asisten, Bagian Pemerintahan, maupun Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM). “Kesan yang menonjol dari pemberitaan media selama ini, kan seolah-olah para keuchik yang menjadi sumber kelalaian ini. Sementara yang terlihat Kantor BPM jalan sendiri, DPKKD juga jalan sendiri. Sehingga dengan mengkambinghitamkan aparatur desa, pejabat SKPK terkait selamat dari tudingan,†sebutnya.
Azmir menduga, penyebab timbulnya kondisi seperti itu jangan-jangan ada segelintir aparatur dilingkungan Pemkab Aceh Selatan yang membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS) kepada bupati dengan mengkambinghitamkan para keuchik.