Untuk mewujudkan program itu, pria jebolan fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang dipercayakan memangku jabatan Kadishutbun oleh Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra SH pertengahan tahun 2014 lalu, telah melakukan beberapa langkah strategis.
Putra asli Tapaktuan yang telah lebih dari 30 tahun berkarir di lingkungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan mulai dari staf biasa, kasie, kabid, sekretaris sampai akhirnya di percayakan memangku jabatan Kadishutbun itu, adalah sosok pejabat yang paling keras menentang kehadiran PT Barumun Agro Sentosa (BAS) yang berencana akan membuka lahan seluas 11.000 hektar di Kecamatan Bakongan Raya sampai Trumon Raya melalui program tukar guling lahan.
Bersama-sama dengan Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra SH, mereka berupaya keras menolak program yang telah mendapat persetujuan atau rekomendasi dari Pemerintah Aceh Selatan di masa Bupati Tgk Husin Yusuf dan Gubernur Aceh, drh Irwandi Yusuf tersebut.
Disamping menolak mengeluarkan rekomendasi atau persetujuan pengukuran lahan yang diminta PT BAS, dia bersama-sama dengan Bupati HT Sama Indra SH juga melancarkan aksi penolakan sampai ke Kementerian Kehutanan RI Jakarta dengan cara menjumpai pejabat terkait, sampai akhirnya rencana pembukaan lahan itu tertunda sampai sekarang.
“Alasan kami menolak rencana itu, di samping berpotensi merusak kawasan hutan Aceh Selatan juga dalam rangka menyahuti aspirasi masyarakat yang menolak program tersebut. Di samping itu, kami juga menilai program tersebut tidak membawa manfaat yang berarti bagi daerah melainkan hanya bermanfaat bagi pihak perusahaan tersebut,†kata Teuku Masrul di Tapaktuan, Kamis (1/10).
Disamping tindakan tegas dengan cara menolak rencana pembukaan lahan oleh pihak Perusahaan, sambungnya, program menjaga kelestarian kawasan hutan di Aceh Selatan juga di lakukan pihaknya dengan cara preventif yakni memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutan.
Menurutnya, teknis yang dilakukan selama ini telah menunjukkan hasil positif. Buktinya, terhitung sejak tahun 2014 sampai September 2015, semakin berkurang temuan kasus illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat.
Meskipun dengan kondisi itu berdampak terhadap perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan, namun langkah itu dinilai telah membawa manfaat lebih luas bagi kehidupan masyarakat setempat.
“Terkait dengan minimnya PAD dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan pernah dipertanyakan oleh pihak DPRK. Lalu kami jelaskan bahwa, memang dalam upaya menjaga kelestarian kawasan hutan ini, hasilnya tidak secara instan, tapi butuh proses. Sebab dengan terwujud program tersebut, dampak yang dihasilkan cukup bermanfaat karena dengan lestarinya kawasan hutan maka terhindar dengan Bencana Alam serta Debit Air ke lahan persawahan warga tidak berkurang termasuk terciptanya udara yang segar sehingga Aceh Selatan terhindar dari pemanasan global (Global Warming),†paparnya.