Meulaboh (ANTARA Aceh) - Produksi getah karet petani di sejumlah kawasan sentra di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, mengalami penurunan hingga 66 persen, akibat musim hujan yang melanda wilayah itu.
Zamhuri, petani Gampong Baroe, Kecamatan Panton Reu di Meulaboh, Rabu mengatakan, selain pengaruh curah hujan menghambat aktivitas petani, melemahnya produksi petani akibat dipicu rendahnya harga pembelian.
Pada pekan-pekan sebelumnya meskipun harga karet cenderung fluktuatif, tapi paling tidak mampu menghasilkan getah 7-10 kilogram per hari, namun akibat kondisi cuaca ekstrim produksi hanya berkisar 4-6 kilogram/hari.
Belum lagi berbicara harga tampung lokal yang pada posisi Februari 2016 ini sudah kelevel Rp5.500-Rp6.000/kilogram, kondisi tersebut membuat ketidakseimbangan pemasukan dengan kerja rutin masyarakat pedalaman.
"Kalau hujan petani tidak bisa menderes, kalaupun mengumpulkan getah karet yang dideres sebelumnya tidak dapat terkumpul semuanya, apalagi kalau kena hujan kondisi getah karet kurang bekualitas," sebutnya.
Kata Zamhuri, beruntung sebagian besar petani karet yang menderes pada kebun sendiri, tidak begitu banyak mengeluarkan modal besar, namun apabila menderes kebun milik orang lain harus dengan sistem bagi hasil.
"Kalau bagi hasil 1:3, artinya kalau dapat terjual getah sampai 10 kg dengan uang sampai Rp45.000, maka petani hanya dapat bagian Rp20-Rp25 ribu. Jumlah segitu mungkin untuk 2-3 hari kerja didapatkan," keluhnya.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini sebagian petani memiliki kerja sampingan, baik untuk kuli bangunan maupun mengupah pada usaha pembibitan kelapa sawit dan segala macam, karena kegiatan di kebun karet hanya setengah hari kerja.
Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari 12 kecamatan, memiliki luas area penggembangan perkebunan tanaman karet rakyat dan pemerintah 25 ribu hektar lebih, dengan produksi rata-rata 1,5 ton per hari/hektar.
Kawasan yang menjadi sentra produksi bahan baku karet tersebar dalam enam kecamatan yakni Woyla Barat, Woyla Induk, Panton Reu, Kaway XVI, Pante Ceureumen, Bubon, dengan jumlah petani karet mencapai 23.193 KK.
Pada masa-masa keemasan harga tampung pembelian karet ditingkat petani bisa tembus mencapai Rp20-25 ribu/kg, dengan produksi rata-rata 40,6 ton/minggu, sehingga daerah itu menjadi salah satu pemasok getah terbanyak ke pasar Medan Sumatera Utara mencapai 25-30 ton/minggu.
"Kami tentunnya sangat berharap, kejayaan petani karet itu bisa kembali terulang. Saat ini luas area kebun karet masih relatif banyak, jangan sampai semua jadi semak belukar karena petani sudah beralih profesi," katanya menambahkan.
Zamhuri, petani Gampong Baroe, Kecamatan Panton Reu di Meulaboh, Rabu mengatakan, selain pengaruh curah hujan menghambat aktivitas petani, melemahnya produksi petani akibat dipicu rendahnya harga pembelian.
Pada pekan-pekan sebelumnya meskipun harga karet cenderung fluktuatif, tapi paling tidak mampu menghasilkan getah 7-10 kilogram per hari, namun akibat kondisi cuaca ekstrim produksi hanya berkisar 4-6 kilogram/hari.
Belum lagi berbicara harga tampung lokal yang pada posisi Februari 2016 ini sudah kelevel Rp5.500-Rp6.000/kilogram, kondisi tersebut membuat ketidakseimbangan pemasukan dengan kerja rutin masyarakat pedalaman.
"Kalau hujan petani tidak bisa menderes, kalaupun mengumpulkan getah karet yang dideres sebelumnya tidak dapat terkumpul semuanya, apalagi kalau kena hujan kondisi getah karet kurang bekualitas," sebutnya.
Kata Zamhuri, beruntung sebagian besar petani karet yang menderes pada kebun sendiri, tidak begitu banyak mengeluarkan modal besar, namun apabila menderes kebun milik orang lain harus dengan sistem bagi hasil.
"Kalau bagi hasil 1:3, artinya kalau dapat terjual getah sampai 10 kg dengan uang sampai Rp45.000, maka petani hanya dapat bagian Rp20-Rp25 ribu. Jumlah segitu mungkin untuk 2-3 hari kerja didapatkan," keluhnya.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini sebagian petani memiliki kerja sampingan, baik untuk kuli bangunan maupun mengupah pada usaha pembibitan kelapa sawit dan segala macam, karena kegiatan di kebun karet hanya setengah hari kerja.
Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari 12 kecamatan, memiliki luas area penggembangan perkebunan tanaman karet rakyat dan pemerintah 25 ribu hektar lebih, dengan produksi rata-rata 1,5 ton per hari/hektar.
Kawasan yang menjadi sentra produksi bahan baku karet tersebar dalam enam kecamatan yakni Woyla Barat, Woyla Induk, Panton Reu, Kaway XVI, Pante Ceureumen, Bubon, dengan jumlah petani karet mencapai 23.193 KK.
Pada masa-masa keemasan harga tampung pembelian karet ditingkat petani bisa tembus mencapai Rp20-25 ribu/kg, dengan produksi rata-rata 40,6 ton/minggu, sehingga daerah itu menjadi salah satu pemasok getah terbanyak ke pasar Medan Sumatera Utara mencapai 25-30 ton/minggu.
"Kami tentunnya sangat berharap, kejayaan petani karet itu bisa kembali terulang. Saat ini luas area kebun karet masih relatif banyak, jangan sampai semua jadi semak belukar karena petani sudah beralih profesi," katanya menambahkan.