Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Tokoh masyarakat Kabupaten Aceh Selatan, T Sukandi meminta kepada Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, segera mengevaluasi sistem pengawasan dan pengamanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II-B Tapaktuan yang dinilai masih lemah.
"Seluruh persoalan yang terjadi di Rutan Tapaktuan tersebut jelas-jelas membuktikan bahwa pengawasan dan pengamanan yang berjalan selama ini sangat lemah. Karena itu, sudah sewajarnya kasus tersebut mendapat perhatian serius dari Pemerintah dengan cara segera mengevaluasi kembali SOP mereka," katanya kepada wartawan di Tapaktuan, Senin.
Permintaan itu disampaikan Sukandi menyikapi kasus kaburnya tujuh narapidana dengan cara membobol dinding kamar mandi dan penemuan satu butir peluru (amunisi) aktif dan bungkus plastik kecil yang diduga bekas tempat sabu-sabu di kamar sel hasil penggerebekan polisi.
Menurut dia, kasus kaburnya tujuh orang Napi di Rutan Tapaktuan serta penemuan satu butir peluru aktif dan bungkus plastik bekas tempat sabu-sabu berikut puluhan HP, tidak terlepas dari longgarnya pengawasan dan pengamanan yang menjadi tugas pokok dan tanggungjawab mutlak petugas sipir penjara.
Seharusnya, tegas Sukandi, sistem pengawasan dan pengamanan Rutan mesti lebih ditingkatkan lagi di atas jam 12 malam karena pada waktu lengang atau sepi tersebut sangat rawan timbulnya kasus tahanan kabur.
Demikian juga terkait ditemukannya puluhan barang yang semestinya tidak boleh ada di dalam Rutan. Menurut Sukandi, hal itu sebenarnya tidak akan terjadi jika saja pengawasan terhadap pengunjung yang keluar masuk Rutan diperiksa secara cermat dan teliti.
"Kita mempertanyakan apakah sistem pengawasan dan pengamanannya sudah sesuai SOP, sebab seharusnya di atas pukul 12 malam pengamanan harus lebih ekstra diperketat, termasuk barang-barang yang ditemukan tersebut tidak mungkin bisa masuk ke dalam jika pengawasannya lebih maksimal. Jangan berdalih macam-macam untuk sebuah pembenaran atas kewajiban dan tanggungjawab yang terlalaikan," kata Sukandi.
Selain menyoroti sistem pengawasan dan pengamanan, Mantan Anggota DPRK Aceh Selatan ini juga meminta Menteri Hukum dan HAM segera meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana Rutan kelas II-B Tapaktuan yang kondisinya saat ini sudah over kapasitas.
Sebab, sambungnya, dengan jumlah tahanan dan napi yang telah mencapai 147 orang padahal kapasitas normalnya hanya mampu menampung sebanyak 75 orang, sangat berpotensi menimbukan persoalan-persoalan yang tidak di inginkan.
Sebab, kata dia, persoalan besar itu bisa saja timbul dari hal-hal kecil yang tidak disadari oleh petugas Rutan namun kenyataannya di lapangan persoalan over kapasitas itu justru telah membuat para Napi dan tahanan merasa tidak nyaman.
"Tanpa di sadari, bisa saja kondisi tidak nyaman itulah yang mendorong para Napi dan tahanan memilih melarikan diri,¿ imbuhnya.
Karena itu, Sukandi meminta kepada Menteri Hukum dan HAM segera merealisasikan pembangunan Gedung baru Rutan Tapaktuan yang lebih refresentatif sehingga para Napi dan Tahanan yang mendekam didalamnya merasa lebih nyaman, sehingga keberadaan Rutan Tapaktuan tidak lagi menjadi tempat atau momok yang menakutkan bagi Napi atau Tahanan, melainkan benar-benar menjadi tempat pembinaan bagi mereka sebelum kembali ke tengah-tengah masyarakat sesuai fungsi dan tujuan awalnya.
Menurutnya, hal itu penting harus ditindaklanjuti oleh pihak terkait, karena faktanya yang terjadi selama ini akibat kurangnya perhatian Pemerintah terhadap kondisi Rutan, maka lokasi tersebut bukan lagi sebagai tempat pembinaan bagi Napi atau tahanan, namun sebalikya sudah menjadi tempat ¿sekolah¿ bagi mereka untuk mendapatkan tambahan ilmu baru secara negatif.
"Jika sebelumnya seseorang masuk ke Rutan karena mencuri kerbau, maka ketika sudah keluar dari dalam Rutan tersebut, dia sudah mampu meningkatkan keahliannya dibidang kejahatan yang lain, yakni sudah pandai melakukan perdagangan Narkoba,¿ ujar Sukandi.
Disamping itu, kata Sukandi, akibat lemahnya perhatian pemerintah terhadap lembaga pemasyaratan juga sering ditemukan kasus secara Nasional, di sebuah Rutan atau Lapas para penghuninya mendapatkan fasilitas yang mewah karena mampu menyediakan uang yang banyak untuk oknum petugas.
"Kasus seperti ini sudah lazim ditemukan secara nasional tak terkecuali juga di Rutan Kelas II-B Tapaktuan. Menteri Hukum dan HAM harus segera menindaklanjuti persoalan yang sudah sangat meresahkan ini. Kami berharap kepada Pemerintah, segera kembalikan fungsi Lapas atau Rutan sebagai tempat pembinaan bagi Napi atau Tahanan, sehingga ketika mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat, menjadi orang berguna bukan justru kembali menjadi penjahat," kata T Sukandi.
Sementara itu, Kepala Rutan Kelas II-B Tapaktuan, Irman Jaya, secara tegas menampik tudingan yang menyebutkan pihaknya keteledoran terkait kaburnya tujuh orang Napi.
Menurut dia, langkah pengamanan sudah dilaksanakan sesuai SOP, hanya saja yang menjadi kendala bagi pihaknya adalah dengan kondisi Rutan yang sudah over kapasitas, namun mereka hanya memiliki petugas pengamanan sebanyak 12 orang.
"Sebanyak 12 orang petugas tersebut dibagi dalam 4 regu, satu regu terdiri dari 3 orang, maka tiga orang tersebutlah yang selalu rutin melakukan pengamanan sesuai shif jaga piket yang telah ditentukan. Tiga orang tersebut, komandan regu jaga di pos, dua orang lagi satu jaga di depan dan satu lagi jaga di blok sel tahanan," kata Irman Jaya.
Menurut dia, terkait kondisi Rutan yang sudah over kapasitas tersebut, pihaknya telah selesai menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan pembuatan gambar untuk pembangunan gedung baru. Usulan tersebut telah diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta melalui Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Aceh di Banda Aceh.
"Kami berharap, mudah-mudahan Pemerintah Pusat segera menindaklanjuti usulan pembangunan gedung baru Rutan Tapaktuan, sebab kondisi gedung lama yang merupakan peninggalan zaman Belanda ini dirasa benar-benar sudah tidak layak lagi," ujarnya.