Oleh karena itu, Rony mengatakan pihaknya terus melakukan upaya akselerasi digitalisasi di seluruh daerah, karena QRIS menjadi alat untuk memudahkan pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi dalam perbankan.
“Ini menjadi penting untuk terus menambah jumlah user (pengguna) dan juga marchant (pedagang), karena QRIS ini didesain untuk salah satunya inklusi sektor khususnya mikro kecil,” ujarnya.
Pihaknya juga selalu mengingatkan bahwa digitalisasi sangat memudahkan. Apalagi Aceh merupakan salah satu daerah destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, sehingga akan memudahkan saat transaksi ketika membeli suvenir, oleh-oleh dan lainnya.
“Ke depan kita ada PON 2024, kita melihat bagaimana konsumen agar mudah transaksi, kalau tidak, enggak jadi belanja. Ini kita terus dorong bagaimana mereka memahami digitalisasi, karena kemudahan pembayaran itu akan memperbesar pelanggan-pelanggannya,” ujarnya.
Selain akselerasi di sektor UMKM, Bank Indonesia juga mendorong penerapan digitalisasi pemerintah daerah (Pemda). Pada semester satu 2023 tercatat dari total 24 pemda di Aceh, telah terdapat sebanyak 14 Pemda yang telah masuk dalam kategori digital, meningkat di bandingkan dengan semester dua tahun 2022 sebanyak sembilan Pemda.
Sementara, 10 Pemda lainnya berada pada tahap maju. Karena itu, Bank Indonesia Aceh turut secara proaktif melakukan koordinasi bersama dengan pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten terkait dengan Tim Perluasan dan Percepatan Digitalisasi Daerah (TP2DD).
“Daerah-daerah yang melakukan digitalisasi, cukup signifikan dalam penerimaan pendapatan asli daerahnya, seperti penerimaan pajak dan retribusi daerah, sehingga kita perlu mendorong percepatan digitalisasi non tunai, baik e-money maupun QRIS,” ujarnya.
Baca juga: BI catat volume pengguna QRIS di Aceh capai 5 juta transaksi