Hal itu dikuatkan dengan keterbatasan para imigran Rohingya menguasai wilayah Aceh, kemudian mereka juga sangat sulit berkomunikasi akibat keterbatasan bahasa.
"Sehingga, para imigran Rohingya itu membutuhkan orang lain untuk membawa mereka kabur dari tempat pengungsian tersebut," ujarnya.
Darius menambahkan, kasus pengungsi melarikan diri ini karena pengamanan yang masih kurang jika dikaitkan dengan jumlah pengungsi mencapai 514 orang, apalagi pagar lokasi tempat penampungan juga tidak memadai.
"Kita lihat juga dari sisi pagar pengamanan ini masih kurang ya, jadi memang agak kurang. Kemudian di personel pengamanan juga agak tidak memadai untuk pengamanan pengungsi sebanyak ini," katanya.
Penjagaan lokasi pengungsian itu hanya dilakukan oleh pihak kepolisian, satpam, UNHCR, IOM serta bantuan anggota yayasan. Karena itu diharapkan kerjasama seluruh elemen agar pengamanan lebih baik.
"Kerjasama lebih maksimal dari seluruh elemen diharapkan untuk pengamanan Rohingya guna mengantisipasi adanya perdagangan manusia oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan," demikian Darius.
Tujuh imigran Rohingya hilang dari lokasi pengungsian
Sebagai informasi, pertengahan November 2023 ini Aceh didatangi lebih kurang 1.084 pengungsi dari negara Myanmar etnis Rohingya sejak 14 sampai 21 November 2023 menggunakan perahu kayu.
Mereka datang dengan enam gelombang, tiga di Kabupaten Pidie, kemudian Aceh Timur, Bireuen, dan Kota Sabang.
Khusus dari gelombang Pidie ditempatkan di Kamp Mina Raya setempat. Sedang dari lainnya dikumpulkan satu titik ke eks kantor Imigrasi Lhokseumawe.
Baca juga: 1.084 pengungsi Rohingya mendarat di Aceh dalam sepekan, ratusan menyusul