Banda Aceh (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyatakan terus berupaya melakukan penguatan ketangguhan mitigasi bencana di tengah masyarakat provinsi paling barat Indonesia itu melalui program prioritas seperti Keluarga Tangguh Bencana (Katana), Desa Tanggung Bencana (Destana) hingga simulasi bencana.
“Ini setiap tahun berlanjut. Cuma tahun ini tidak ada, karena rasionalisasi anggaran yang luar biasa, sehingga program ini tidak ada,” kata Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBA Fazli di Banda Aceh, Kamis.
Ia menjelaskan program Katana, Destana hingga simulasi bencana di kabupaten/kota dilakukan dalam upaya dalam rangka memperkuat kapasitas, keterampilan, kesadaran masyarakat terhadap ketangguhan bencana.
"Selama ini kita punya program simulasi di tingkat kabupaten/kota, dalam rangka memberi penguatan kepada petugas atau unsur terkait dalam penanggulangan bencana," ujarnya.
Baca juga: BPBA ajak warga Aceh bersama-sama minimalisir risiko bencana
Sementara untuk program Destana bertujuan untuk memberikan penguatan kepada desa, mulai dari tugas perangkat desa dalam pengendalian bencana, membuat dokumen rencana pengendalian bencana desa, kajian risiko bencana, rencana kontinjensi desa, relawan desa, dan lainnya, sehingga ketika bencana maka tahu apa yang harus dilakukan desa.
Kegiatan Destana sudah mulai dilakukan sejak 2012 silam, dan hingga 2023 sudah belasan desa yang dibentuk sebagai Destana yang tersebar di Kabupaten Nagan Raya, Aceh Utara, Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Aceh Barat Daya, Sabang, Aceh Barat, Aceh Utara, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Pidie Jaya, dan Aceh Jaya.
“Kita juga punya program Katana, ini merupakan lanjutan dari Destana. Tapi ini lebih memperkuat kepada keluarga, apa yang harus dilakukan keluarga ketika tidak terjadi bencana dan ketika bencana. Misalnya apa yang menjadi tugas kepala keluarga, ayah, ibu, serta tugas anaknya,” ujarnya.
Ia menambahkan, seluruh wilayah provinsi berjulukan Tanah Rencong itu merupakan daerah dengan risiko bencana. Hanya saja jenis bencana yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota.
Berdasarkan kajian risiko bencana periode 2022-2026, ada 14 jenis ancaman bencana di Aceh, seperti banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, epidemi dan wabah penyakit, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, kegagalan teknologi, kekeringan, letusan gunung api, likuefaksi, pandemi COVID-19, tanah longsor dan tsunami.
Dari 14 jenis bencana tersebut, lanjut dia, semua berisiko tinggi, kecuali kegagalan teknologi itu yang risiko sedang.
“Cuma tidak semua daerah sama jenis bencananya. Seperti daerah pegunungan disana tidak ada tsunami, tapi bencana lain. Tapi secara keseluruhan dari 23 kabupaten/kita di Aceh itu ada potensi bencana,” ujarnya.
Baca juga: BPBA: 80 warga mengungsi akibat kebakaran rumah di Gayo Lues