Uqubat cambuk
Secara nasional, kasus perjudian judi online diselesaikan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Lebih spesifik, Pasal 27 ayat 2 UU ITE itu menjelaskan bahwa judi daring dimaksud adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Khusus untuk Tanah Rencong (sebutan untuk Provinsi Aceh), dalam menyelesaikan perkara judi daring tidak menggunakan hukum nasional, karena wilayah itu memiliki kekhususan dan keistimewaan lewat UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dari turunan dari UUPA tersebut, Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah melahirkan "Qanun Aceh" atau Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Baca juga: Sembilan terpidana judi online dicambuk di Aceh Timur
Qanun Aceh tersebut diberlakukan guna menyelesaikan kasus pidana yang berkaitan dengan pelanggaran syariat Islam, seperti perzinahan, khamar (mabuk), pelecehan seksual, hingga maisir (perjudian), baik secara daring maupun luring.
Dalam Qanun Hukum Jinayat itu, terkait maisir tertera pada Bab IV Jarimah dan Uqubat (hukuman) bagian kedua tentang Maisir, disampaikan mulai dari Pasal 18 sampai Pasal 22, baik sanksi untuk pemain hingga penyedia fasilitas perjudian.
Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko, beberapa waktu lalu menyatakan bahwa pemain judi daring di daerah itu dijerat dengan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yakni pada pasal terkait maisir.
Pemberlakuan qanun itu karena keistimewaan Aceh mengenai regulasi, sehingga siapapun yang berdomisili di daerah Serambi Mekkah ini, tunduk pada peraturan daerah tersebut.
Untuk memberikan efek jera, Qanun Aceh tersebut juga mengatur tentang pelaksanaan prosesi hukuman cambuk, yakni diselenggarakan di hadapan umum, guna menjadi pembelajaran bagi masyarakat atau tadabbur (Pasal 2).
Fatwa haram
Kehadiran Qanun Hukum Jinayat yang mengatur sanksi uqubat cambuk belum dirasa cukup untuk menyelesaikan permasalahan judi daring di Aceh. karena itu masih perlu memberikan penyadaran lewat pendekatan agama.
Sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, masyarakat Aceh sangat memuliakan ulama, arahan dari ulama bisa langsung menyentuh hati.
Sebagai langkah penyadaran atau pencegahan, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2016 tentang Judi Online.
Baca juga: Enam pemain judi online dan satu terpidana pelecehan seksual dicambuk
Dalam fatwa tersebut, MPU Aceh menyatakan bahwa judi daring adalah permainan yang memasang taruhan uang atau bentuk lain melalui internet dan media sosial lainnya.
Ketetapan kedua secara tegas menyebutkan bahwa judi daring hukumnya haram, dan pemerintah bersama masyarakat wajib memberantas segala jenis perjudian.
Fatwa tersebut juga menyampaikan beberapa tausiyah, yakni pemerintah diharapkan melakukan sosialisasi lebih intensif tentang bentuk dan bahaya negatif judi daring.
Penangkapan terhadap para pelaku judi daring merupakan wujud bahwa pemerintah telah meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan teknologi media internet. Pemerintah, dalam hal ini polisi, menindak tegas para pihak yang terlibat dalam kegiatan perjudian.
Di luar yang telah diupayakan oleh pemerintah lewat aparat penegak hukum, masyarakat diharapkan ikut mengawasi dan melaporkan kegiatan perjudian kepada pihak berwajib.
Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali menyatakan bahwa fatwa haram judi daring yang telah dikeluarkan tersebut memberikan pengaruh besar terhadap orang-orang yang masih memiliki iman kuat, minimal bisa menyentuh hati masyarakat.
Terkait upaya pengawasan dari pemerintah, MPU mencatat dalam beberapa waktu terakhir ini kasus perjudian sudah berkurang.
Karena itu, MPU mengapresiasi kehadiran negara lewat aparat penegak hukum yang tidak pernah berhenti melakukan penindakan hingga ke akar-akarnya, sehingga segala bentuk perjudian di Aceh, nantinya betul-betul hilang.
MPU juga menengarai, mulai berkurangnya kasus perjudian daring di masyarakat, selain karena gencarnya penindakan, juga karena efek jera dari hukuman cambuk yang disaksikan oleh masyarakat lain, sehingga membuat efek jera dan malu. Dengan malu itu, maka muncul kesadaran baru masyarakat untuk tidak mengulangi perjudian dan yang belum pernah bermain akan menghindari terlibat
Halaman selanjutnya: warkop dan judi online
Uqubat cambuk dan fatwa haram judi daring dari Tanah Rencong Aceh
Oleh Rahmat Fajri Rabu, 9 Oktober 2024 18:59 WIB