Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Sejumlah Koperasi Petani Kopi Gayo mengeluhkan besarnya pajak pertambahan nilai yang harus dibayar untuk setiap transaksi domestik atau di dalam negeri, kata ketua asosiasi setempat.
"Kami harus bayar sepuluh persen untuk setiap transaksi di dalam negeri, ini terlalu memberatkan," kata Ketua Asosiasi Producer Fairtrade Indonesia, Djumhur dalam siaran pers diterima Antara di Banda Aceh, Minggu.
Ia menjelaskan keluhan akan besarnya pajak domestik yang harus dikeluarkan tersebut telah mereka sampaikan saat beraudiensi dengan Bupati Aceh Tengah, Shabela Ahubakar.
Menurut Djumhur, pihaknya juga sudah menyurati Menteri Keuangan untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh eksportir kopi tersebut dan hingga kini belum ada jawaban tegas.
Djumhur menilai Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku untuk kopi tersebut terhitung sejak tahun 2015 dan mulai beberapa bulan terakhir Petugas Pajak sudah meminta Koperasi untuk membayar kewajiban yang besarnya mulai Rp500 juta hingga Rp4 Miliar.
"Selama ini kami tidak pernah membebani petani dengan pajak tersebut," kata Djumhur.
Pihaknya berharap persoalan yang sedang dialami tersebut dapat segera ada solusi sehingga nantinya tidak memberatkan Koperasi yang notabene anggotanya adalah petani Kopi.
Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar mengatakan dalam mengatasi persoalan tersebut perlu adanya konsultasi lebih intens dengan pihak Ditjen Pajak di Jakarta.
"Perlu dijelaskan kepada pihak Ditjen Pajak di Jakarta supaya jelas duduk permasalahannya, kami juga akan dampingi langsung," katanya Shabela.
Hingga saat ini terdapat 24 koperasi Produsen Kopi yang bersertifikat Fairtrade dengan anggota mencapai 35.000 kepala keluarga, ditambah petani kopi lain sebanyak 60 ribu kepala keluarga yang tersebar di Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.